Canberra (ANTARA News) - Perubahan iklim memicu keruntuhan rantai makanan laut menurut hasil studi yang dipublikasikan oleh University of Adelaide di Australia pada Rabu.

Studi itu menemukan bahwa peningkatan temperatur telah mengurangi aliran energi dari alga di dasar rantai makanan ke herbivora atau predator, membahayakan stok ikan komersial.

"Jaringan makanan sehat penting untuk menjaga keragaman spesies dan menyediakan sumber pendapatan dan makanan bagi jutaan orang di seluruh dunia," kata Hadayet Ullah, penulis utama studi itu, dalam siaran pers.

"Oleh karena itu penting untuk memahami bagaimana perubahan iklim mengubah jaring makanan laut dalam waktu dekat."

Dalam risetnya, para peneliti membangun 12 tank ikan besar dengan volume 1.600 liter untuk meniru kondisi samudra yang menghangat akibat emisi gas rumah kaca dan memasukkan beragam spesies ke tank mulai dari alga, ikan, siput, bunga karang, dan udang.

Ekosistem kecil itu dijaga di bawa kondisi iklim masa depan selama enam belum, di mana selama waktu itu pertumbuhan, kesintasan dan produktivitas setiap spesies dilacak.

"Meski perubahan iklim meningkatkan produktivitas tumbuhan, ini utamanya karena perkembangan cyanobacteria (alga biru-hijau kecil)," kata Ullah.

"Peningkatan produktivitas primer ini tidak mendukung rantai makanan, kendati demikian, cyanobacteria ini sebagian besar tidak enak dan tidak dikonsumsi herbivora."

Ullah melakukan penelitian di bawah pengawasan Ivan Nagelkerken, professor ilmu ekologi dan lingkungan, yang menggambarkan pemahaman mengenai bagaimana ekosistem akan menghadapi iklim yang lebih hangat sebagai tantangan dalam riset ekonomi.

"Kalau kita mau memperkirakan pengaruh perubahan iklim pada jaring makanan samudra dan produktivitas perikanan, kita membutuhkan pendekatan yang kompleks dan realistis, yang memberikan data yang lebih bisa diandalkan untuk model-model jaring makanan yang canggih," kata Nagelkerken sebagaimana dikutip Xinhua.
 .

Pewarta: -
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018