Jakarta (ANTARA News) - Presiden RI periode 1999-2001, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), menegaskan dukungannya terhadap upaya pembelian kembali (buy back) saham Indosat dan Telkomsel dari tangan perusahaan Singapura, Temasek Holding. Kepada pers di Jakarta, Selasa, Gus Dur menyatakan, penguasaan sektor strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak oleh pihak asing sangat merugikan, bahkan membahayakan negara. Bahkan, kata Ketua Umum Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat China (RRC) yang berbeda sistem sama-sama tidak membiarkan usaha telekomunikasinya dikendalikan dan dikuasai pihak lain demi kepentingan bangsanya. "Untuk itu, saya menganjurkan pembelian kembali saham Temasek Holding pada Telkomsel dan Indosat oleh negara atau usaha nasional segera dilakukan. Hal ini juga sangat baik bagi hubungan Singapura-Republik Indonesia di masa depan," kata Gus Dur. Ia mengakui, ketika menjabat Presiden sudah ada usaha modal asing yang ingin menanamkan investasi pada PT Telkomsel melalui pembelian saham. Namun, tambah Gus Dur, saat itu ia mengarahkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dijabat Rozy Munir, agar memberikan kesempatan kepada modal nasional. "Kalau tidak salah, PT Setdco Megacell Asia berminat di bidang ini. Saya tidak tahu mengapa hal itu tidak terlaksana," katanya. PT Setdco Megacell adalah salah satu perusahaan milik pengusaha dan budayawan nasional, Setiawan Djody. Rozy Munir membenarkan adanya keinginan pengusaha Setiawan Djody membeli saham Telkom pada Telkomsel. Bahkan, katanya, saat itu Setiawan Djody berkirim surat padanya. Membalas surat Djody, kata Rozy, ia menyatakan bahwa pihak Setdco akan diajak berembug sebagai pemegang saham minoritas. Menurut Rozy, saat itu dibentuk tim inter-departemen untuk menangani restrukturisasi saham Telkomsel. Menurut Rozy, saat itu pihaknya sangat berhati-hati terkait rencana privatisasi sektor telekomunikasi, karena menyangkut hajat hidup orang banyak sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. "Di kemudian hari setelah saya tidak menjabat sebagai Menteri Negara BUMN, ternyata kebijakan dan akibat hukum privatisasi Telkomsel tidak sejalan dengan pemikiran Gus Dur," katanya. Salah seorang Ketua Pengurus PBNU itu berharap, ada pemahaman dan toleransi Pemerintah Singapura sehingga menyelesaikan persoalan itu sesuai dengan penyelesaian yang bijaksana dan tidak menjadi kasus hukum. Sementara itu, Setiawan Djody menegaskan, keinginan pihaknya membeli saham Temasek di Telkomsel bukan semata untuk kepentingan bisnis, namun lebih demi alasan nasionalisme. "Ini bukan soal dagang biasa. Kepemilikan saya itu nomor dua. Soal harus 'joint' dengan karyawan Telkom dan Telkomsel itu nomor dua. Yang nomor satu adalah ini soal nasionalisme," katanya. Djody menambahkan, pihaknya telah menyediakan dana senilai 1,6 miliar dolar AS untuk membeli 35 persen saham Telkomsel yang dimiliki SingTel, anak perusahaan Temasek. Saham sejumlah itu dulunya dibeli Singtel senilai 1,03 miliar dolar AS. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007