Jakarta (ANTARA News) - Baru-baru ini masyarakat dikejutkan dengan pencurian uang metode skimming yang menimpa beberapa nasabah bank.

Dalam skimming, pelaku memasang alat di mesin ATM untuk menduplikasi data, kemudian disalahgunakan untuk menarik dana di rekening.

Setelah kasus skimming mengemuka, kini timbul pertanyaan apakah kmunculan mata uang virtual lebih aman dari mata uang konvensional sehingga tidak gampang "di-skimming".

Ketua Umum Asosiasi Blockchain Indonesia, Oscar Darmawan, berpendapat blockchain mungkin saja dapat mengatasi kasus skimming, namun, ia belum dapat memastikan bagaimana teknologi tersebut dapat diaplikasikan di dunia perbankan.

Blockchain adalah teknologi pencatatan transaksi terintegrasi dengan teknologi modern di mana memiliki kode unik yang tak bisa dirubah (kekal) yang merevolusi cara kerja internet, perbankan dan hal-hal lainnya

Jika memakai blockchain, kemungkinan akan terdeteksi apakah dompet penyimpanan uang virtual (wallet) terduplikasi atau tidak.

Berbicara mengenai mata uang kripto, yang dijalankan dengan teknologi blockchain, perpindahan uang akan terlacak karena sistem mencatat pergerakan aset digital.

Baca juga: Pelaku teknologi blockchain bentuk asosiasi

Sistem pencatatan terintegrasi di banyak server sehingga diyakini membuat mata uang tidak mungkin diduplikasi.

Sistem ini disebut sebagai yang paling aman karena tidak mampu diretas. Data dalam sistem blockchain akan disimpan di banyak server, yang mampu memeriksa data satu sama lain.

Jika salah satu server diretas, server lain akan melihat data tersebut tidak valid.

"Mata uang di blockchain tidak memungkinkan ada duplikasi. Pembayaran lebih cepat dan transparan," kata Oscar.

Dalam kesempatan berbeda beberapa waktu lalu, Oscar mengungkapkan jika terjadi peretasan, seperti menimpa situs Coincheck di Jepang, hal tersebut terjadi di tempat penyimpanan uang (wallet), misalnya di situs perdagangan mata uang kripto.

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018