Jakarta (ANTARA News) - Umbu Tanggela (62), tak merasa ada yang salah dengan pola makan sehari-harinya. Buah, sayur dan makanan mengandung serat dia konsumsi rutin sesuai anjuran.  Namun, kebiasaan sehat ini tak menyingkirkannya dari masalah sulit buang air besar (BAB). 

"Kesulitan BAB selama tiga bulan. Padahal saya makan buah, makanan berserat," ujar dia di Jakarta, Selasa. 

Belum selesai dengan itu, Umbu juga mengalami pendarahan. Kondisi yang dia kira wasir ini ternyata pertanda adanya kanker kolorektal. 

"Saya berpikir wasir. Setelah pendarahan baru cek ke dokter baru ketahuan kanker. Saya diberi obat untuk pemulihan. Pendarahan lagi," kata dia kepada ANTARA News.

Dokter akhirnya meminta Umbu dua pilihan, segera melakukan operasi atau dibiarkan saja. Tanpa berpikir lama, Umbu memilih operasi. Masalah belum selesai sampai di situ. 

"Letaknya 5 cm di dekat anus. Saya memilih operasi. Tetapi kalau diambil (bagian ususnya), lalu disambung kemungkinan bocor besar," tutur pria yang tinggal di kawasan Gunung Putri, Bogor, itu. 

Dia harus menjalani pembedahan untuk membuat lubang melalui operasi pengangkatan usus besar dan membutuhkan pemasangan kantong stoma pada bagian kiri perutnya sebagai fasilitas agar dia bisa menjalani hidup normal. 

"Awalnya merasa aneh. Tetapi karena saya yakin ini jalannya ya sudahlah. Itu terjadi di 2013 waktu usia saya masih 50 tahunan," kata Umbu. 

Dipasangi kantong, tentu saja ada beberapa batasan saat Umbu bergerak, terutama melakukan aktifitas fisik. 
 
Kantong stoma (ANTARA News/Lia Wanadriani Santosa)

"Paling berjalan saja. Gerakan juga berkurang. Dulu bepergian ke mana saja bisa, spontan. Sekarang harus direncanakan. Misalnya perkiraan adakah toilet bersih yang memungkinkan saya membersihkan kantong," kata dia. 

Saat bepergian jauh, Umbu juga harus memastikan kondisi kantong tak bocor dan bila perlu menggantinya dengan yang baru.   

"Sebulan tiga kali ganti kantong. Kalau bepergian jauh harus ganti kantong baru," kata dia.

Harga satu kantong stoma bisa dibilang tak murah, yakni hampir Rp 100 ribu. Produk ini sayangnya belum bisa diproduksi di dalam negeri.      

 

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018