Jakarta (ANTARA News) - Perhelatan peringatan Hari Koperasi ke-60 telah digelar di kawasan Garuda Wisnu Kencana, Bali. Dekopin dan semua warga koperasi yang menjadi tuan rumah boleh berbangga bisa menyelenggarakan serangkaian acara itu dengan cukup meriah dan mendapat sambutan luar biasa. Meski demikian, peringatan kali ini dilakukan dalam suasana yang masih sama seperti peringatan dalam tiga tahun belakangan ini. Suasana yang masih diliputi "ketidakharmonisan". Kental sekali masih ada "sesuatu" dalam tubuh gerakan tersebut. "Sesuatu" yang nampaknya masih akan terus mengganjal jika masing-masing pihak tetap mempertahankan ego. Sambutan Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Adi Sasono memang netral-netral saja. Tak menyinggung pihak-pihak lain. Bagi Menteri Koperasi dan UKM era presiden BJ Habibie ini, bekerja dan menghasilkan sesuatu, lebih baik ketimbang memikirkan hal lain atau perseteruannya dengan pihak lain. Adi Sasono lebih menekankan kepada ideologi koperasi yang menurut dia merupakan instrumen kebijakan publik untuk mengoreksi ketidakadilan yang ditimbulkan sistem ekonomi bebas. "Koperasi merupakan instrumen untuk mendorong kemandirian," katanya. Itu terbukti dari program-program aksi yang mereka canangkan pada Hari Koperasi ke-59 tahun lalu. Program-program nyata terus dijalankan dengan fasilitas yang bisa dikatakan nol besar. Adi Sasono dan pengurus Dekopin lainnya harus rela berjuang mencari dana sendiri, karena anggaran yang dijanjikan pemerintah setiap tahun selalu tersendat-sendat. Tahun lalu dari anggaran sebesar Rp50 miliar, hanya cair separuhnya. Itu pun mendekati akhir-akhir tahun. Tahun ini pun persoalan itu muncul kembali. Pertikaian yang muncul sejak terpilihnya kembali Nurdin Halid dalam rapat anggota Dekopin tahun 2004 dan kemudian berbuntut kepada mosi tak percaya terhadap dirinya, terus mengganjal kiprah Dekopin. Ujung-ujungnya akhirnya terjadi perpecahan di Dekopin dengan dua kubu yang hingga kini masih berseberangan. Kubu Adi Sasono yang terpilih dalam rapat anggota sewaktu-waktu dan kubu Sri Edi Swasono yang kelimpahan mandat menjadi pejabat ketua umum karena Nurdin Halid ketika itu harus meringkuk di tahanan. Di sisi lain, sikap pemerintah yang tak tegas juga semakin meruncingkan keadaan. Pemerintah yang terkesan memberi pengakuan terhadap Nurdin Halid, akhirnya berubah sikap dengan "menyetujui" digelarnya rapat anggota sewaktu-waktu atas desakan dari mereka yang tidak puas dengan Nurdin Halid. Sikap pemerintah ini kemudian membuat kubu Sri Edi Swasono mengajukan gugatan di PTUN. Hasil keputusan PTUN akhirnya jelas-jelas meminta pemerintah mencabut SK mengenai pembentukan panitia rapat anggota sewaktu-waktu. Keputusan ini pun akhirnya membuat pemerintah lebih berhati-hati. Bahkan terlihat cenderung untuk lepas tangan. Ini jelas terlihat dalam beberapa waktu belakangan. Kementerian Koperasi UKM bahkan menolak untuk menjadi kuasa pemegang anggaran Dekopin. Masalah yang sudah berlarut itu pada peringatan Harkop kali ini juga masih membekas. Pihak-pihak yang berseberangan dengan Dekopin Adi Sasono misalnya aktif mengimbau kepada pihak lain agar tidak ikut berpartisipasi dalam peringatan Harkop di Bali. Sementara Kementerian Koperasi dan UKM yang biasanya ikut sibuk terlihat tenang-tenang saja. Bahkan ada selentingan berita mengenai ketidakhadiran Menteri Koperasi dan UKM Suryadharma Ali ke Bali. Hingga tujuh hari menjelang peringatan, tanda-tanda kehadiran Menteri ke Bali masih menjadi tanda tanya. Jauh sebelum acara ini, pihak panitia dari Dekopin sebenarnya sudah meminta kesediaan Menteri Koperasi dan UKM untuk ikut menjadi panitia pengarah. Namun surat permintaan itu sama sekali tak memperoleh jawaban. Sikap ini berbeda dengan sikap yang ditunjukkan para menteri lain. Pihak panitia mengklaim ada 14 menteri yang menjadi pengarah dari acara tersebut minus Menteri Koperasi dan UKM. Wajar saja tanda-tanda akan ketidakhadiran Menkop UKM semakin terlihat, namun tiga hari sebelum acara, barulah ada berita yang menggembirakan. Menteri koperasi akan menghadiri peringatan Harkop tersebut. Proses ke arah itu bukan mudah karena sebelumnya juga ada persinggungan soal undangan Harkop. Siapa yang seharusnya mengundang karena untuk Harkop ke-60 ini yang ketiban pekerjaan adalah Dekopin. Yang pasti dalam undangan yang diterima para tamu disebutkan bahwa pihak pengundang adalah Kementerian Negara Koperasi UKM dan Dekopin. Pihak Kemenkop UKM awalnya keberatan nama mereka dimasukan dalam undangan tersebut, namun hal itu bisa diselesaikan setelah adanya "intervensi" dari pihak yang lebih berwenang. Demikian juga untuk pengaturan kursi para undangan di tempat acara sempat terjadi "perebutan" kursi antara Dekopin dan Kementerian Koperasi dan UKM. Berbagai ketegangan itu kini telah mereda dengan selesainya serangkaian perhelatan akbar yang menghabiskan dana sekitar Rp5 miliar itu. Meski demikian persoalan mendasar untuk saling membuka diri dan mengesampingkan ego belum sepenuhnya hilang. Yang pasti ke depannya adalah bagaimana koperasi bisa menjadi mitra pemerintah untuk lebih memajukan dan menyejahterakan rakyat. Apalagi ada pengakuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika memberikan sambutan pada acara Harkop tersebut. "Koperasi diam-diam tanpa publikasi mampu mandiri. Maka terimalah ucapan terima kasih dan penghargaan saya kepada seluruh anggota koperasi," katanya. Apa yang disampaikan presiden itu seperti juga merupakan harapan bagi semua warga koperasi agar pertikaian di kalangan elit bisa segera tuntas dan bersama-sama untuk lebih memajukan bangsa ini. Apalagi tantangan ke depan yang semakin besar, seiring masuknya sistem kapitalisme dan neoliberalisme di negara ini. Semua paham itu tentunya akan bisa dibendung jika rakyat bersatu melawannya. Presiden sendiri menegaskan bahwa kedua paham itu tidak mencerminkan dan tidak sesuai dengan keadilan sosial rakyat Indonesia. "Maka semua ideologi dari luar yang tidak memberi manfaat dan keadilan bagi rakyat harus ditentang dan dicegah masuk ke Indonesia," kata Presiden. Penolakan itu tentu tidak mudah kalau dalam tubuh gerakan koperasi masih diwarnai pertentangan, hanya demi mencari posisi masing-masing. Sekarang kembali kepada para elit dan semua warga koperasi, apakah hanya akan diam dan menerima nasib atau mengubah diri.(*)

Oleh Oleh B Wahyu S
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007