Bagdad (ANTARA News) - Dua wartawan, termasuk satu pemegang paspor Swedia asal suku Kurdi, berada di antara 85 orang yang tewas pada Senin (16/7) akibat bom besar di dalam truk yang meledak di kota Kirkuk, Irak utara, kata koran mereka pada Selasa. Wartawan olahraga Majeed Mohammed dan penulis/peneliti Mustafa Gaimayani tewas akibat ledakan itu merusak kantor Lembaga Media Hawal, kata ketuanya, Hashwan Dawoudinya. Gaimayani memiliki paspor Swedia dan seluruh keluarganya tinggal di negara itu, tapi dirinya pindah ke Kirkuk sekitar lima bulan lalu untuk bergabung dengan lembaga tersebut, kata Dawoudi. Hawal menerbitkan koran mingguan dari Kirkuk dalam bahasa Kurdi dan suratkabar kembarannya dalam bahasa Arab bernama "Al-Nabaa". Sebelumnya, tiga orang Irak bekerja untuk kantor berita Inggris (Reuters) tewas di Bagdad pekan lalu, begitu pula seorang wartawan Irak untuk harian Amerika Serikat (AS), "New York Times". Lembaga Wartawan Tanpa Batas Wilayah (Journalist Sans Frontier/JSF) mencatat, sedikit-dikitnya ada 194 wartawan dan pembantu media tewas di Irak sejak serbuan bala tentara koalisi pimpinam AS pada 2003, sehingga membuat tempat itu paling berbahaya di dunia untuk liputan media massa. Dua wartawan hilang dan 14 lagi tidak ada beritanya sejak diculik, kata pengamat dari JSF yang berkantor pusat di Paris, Prancis. Sebagian besar dari mereka adalah orang Irak, yang dibunuh kelompok perlawanan atau pejuang, yang marah akibat liputan mereka atau secara ideologi bertentangan dengan pemilik media mereka. Sejumlah wartawan lain, menurut JSF, tewas lantaran terperangkap dalam baku tembak di antara pihak yang bertikai. Menurut data sindikat pers Irak, sekitar 230 wartawan Irak tewas sejak serbuan AS atas Irak pada 2003. Saat makin banyak media pindah ke negara tetangga dan Kurdi di utara, wartawan pribumi mereka ditinggalkan tanpa perlindungan apa pun dan pembunuhnya terus bergerak bebas, kata JSF. Seorang wartawan Irak bekerja pada suratkabar "The New York Times" (NYT) di Bagdad ditembak mati ahir pekan lalu, kata Kepala Biro NYT di Bagdad, John F. Burns. Khalid W. Hassan (23 tahun) ditembak mati ketika dalam perjalanan menuju tempat kerjanya di daerah permukiman Saidiyah, selatan ibukota Irak itu, katanya. Khalid adalah wartawan kedua dibunuh di Bagdad dalam tempo dua hari. Pada hari sebelumnya, seorang juru foto Irak dan sopirnya, yang bekerja di Reuters, tewas saat meliput baku tembak antara pasukan Amerika Serikat dengan kelompok garis keras di daerah Amin, Bagdad. Juru foto Namir Noor Eideen (22 tahun) dan sopir Saeed Chmagh (40 tahun) tewas ketika mereka mengambil gambar sebuah bus kecil yang dihantam peluru kendali atau roket, kata saksi mata. Penyebab kematian mereka tidak jelas. Saksi mata menyatakan, terjadi ledakan di daerah itu, tapi polisi Irak menyatakan terjadi serangan udara dan mortir AS di wilayah tersebut. Kantor berita Prancis AFP melaporkan bahwa keduanya tewas sesudah roket dan serpihannya menghantam bis kecil pembawa orang Irak cedera. Saksi menyatakan, helikopter Amerika Serikat menembakkan peluru kendali itu, tapi pernyataan Reuters menyebut ledakan itu juga bisa disebabkan oleh tembakan mortir pejuang. Juru foto AFP di tempat itu menyatakan tujuh warga juga tewas. Kematian itu membuat jumlah karyawan Reuters tewas di Irak sejak Amerika Serikat memimpin serbuan ke Irak tahun 2003 untuk menumbangkan Presden Saddam Hussein menjadi enam orang. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007