Medan (ANTARA News) - Ikatan Dokter Anak Indonesia menyayangkan banyak pihak yang salah paham dan salah mengartikan indikasi stunting (kekerdilan pertumbuhan anak) atau masalah tinggi badan anak yang dikaitkan dengan asupan gizi.

Usai pencanangan bulan tumbuh kembang anak di salah satu hotel berbintang di Medan, Senin, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Aman Bakti Pulungan SPA (k), mengatakan, kekerdilan pertumbuhan dan anak berbadan pendek itu dua hal yang berbeda.

Selama ini, orang yang selalu menyatakan seorang anak yang bertubuh pendek sebagai anak yang mengalami stunting tanpa memeriksa kondisi kesehatannya.

"Stunting ini sudah disalahpahami," katanya, didamping ketua IDAI Sumatera Utara, Prof Munar Lubis SPA (k).

Ia menjelaskan, ada dua syarat untuk menyebut anak sebagai orang dengan kekerdilan pertumbuhan badan, yakni gizi salah dan infeksi kronis. Karena itu, tidak semua anak-anak yang bertubuh pendek dapat disebut pertumbuhan badannya kerdil, karena bisa saja anak itu pintar dan sehat.

Ia mengategorikan anak bertubuh pendek dalam tiga kategori yakni pendek tapi gemuk, pendek tapi sehat, dan pendek tapi kurus.

Penanganan pertumbuhan badan kerdil hanya dapat dilakukan kepada anak-anak yang bertubuh pendek dan kurus, bukan pendek tapi sehat dan pintar. "Jadi, kalau ada anak sehat tapi tidak tinggi, jangan disebut stunting," katanya.

Menurut dia, penentuan dan penilaian terhadap kriteria stunting sangat diperlukan agar dokter tidak salah dalam memberikan penanganan medis.

Kalau ada anak yang bertubuh pendek, tapi sehat dan pintar, lalu diberikan penanganan stunting, anak tersebut justru akan mengalami gangguan kesehatan.

"Kalau salah pengertian, bisa salah penanganan. Nanti anak itu malah bisa obesitas dan hipertensi," ujar Pulungan.

Pewarta: Irwan Arfa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018