Sydney (ANTARA News) - Partai berkuasa Timor Leste, Selasa, menolak mensahkan pencalonan mantan Presiden Xanana Gusmao sebagai perdana menteri baru negara miskin di Asia Tenggara itu. Sebulan setelah suatu pemilihan umum yang tidak meyakinkan, Presiden Jose Ramos Horta menggunakan kekuasaan konstitusionalnya untuk mencairkan kebekuan, dengan meminta Gusmao dan mitra koalisinya membentuk pemerintah. Pengumuman pada Senin itu memicu aksi kekerasan baru berupa serangan dan pembakaran rumah oleh pendukung Fretilin yang tidak puas. "Kami menganggap itu sebagai keputusan politis dan tidak sah, karena itu Fretilin tidak akan bekerjasama dengan pemerintah ini," kata pemimpin dan mantan Perdana Menteri Mar`i Alkatiri kepada wartawan di ibu kota negeri tersebut, Dili. Pada pemilu 30 Juni, Fretilin meraih 21 kursi dari 65 anggota parlemen. Partai baru CNRT pimpinan Gusmao menduduki posisi kedua dengan 18 kursi dan telah membentuk koalisi dengan tiga partai lain sehingga menguasai 37 kursi. Alkatiri -- yang diturunkan sebagai perdana menteri pada Juni tahun lalu dalam aksi kekerasan menyusul tindakannya memecat 600 tentaranya -- berpendapat bahwa seharusnya ia yang menjadi perdana menteri baru karena Fretilin memiliki lebih banyak kursi dari partai lain. Perolehan kursi Fretilin dalam pemilu ini anjlok 29 persen dari 57 persen pada 2001 namum masih memiliki kekuatan karena pelayanan sipil dilakukan oleh pendukung Fretilin. Penggeseran pahlawan kemerdekaan Gusmao dari sebagian besar kerja seremonial presiden menjadi perdana menteri baru cukup populer di luar negeri. Australia, yang mengirim 1.000 prajurit sebagai penjaga perdamaian ke negara kecil itu, menyambut pengangkatannya, dan Menlu Alexander Downer mendesak Fretilin untuk menerima hasil pemilu karena semua pihak telah menyepakati pemilu itu bebas dan adil. AS telah menyambut baik penunjukan Gusmao. Jurubicara Departemen Luar Negeri AS Sean McCormack mendesak satu juta warga Timor Leste untuk mendukung Gusmao, yang direncanakan diambil sumpahnya pada Rabu. Timor Leste sebelumnya merupakan salah satu provinsi Indonesia selama 24 tahun sebelum melepaskan diri pada 2002. Timor Leste berintegrasi dengan Indonesia pada 1975 untuk mengakhiri 400 tahun jajahan Portugal, demikian laporan DPA. (*)

Copyright © ANTARA 2007