Yogyakarta (ANTARA News) - Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, kebudayaan bukan tema yang populer untuk dijadikan agenda elit politik di Indonesia. "Kebudayaan belum dijadikan `mainstream` (pengarusutamaan) yang `built in` dalam strategi politik kebangsaan," kata Sultan dalam orasi budayanya pada acara peluncuran Yayasan Koesnadi Hardjasoemantri dan buku berjudul `Menebar Budi, Menuai Sahabat` Mozaik Obituari Prof Dr Koesnadi Har SH ML, di Yogyakarta, kemarin. Dalam orasi budaya berjudul `Strategi Budaya Membangun Keindonesiaan`, ia mengingatkan selama kebudayaan belum menjadi bagian dari proses tumbuh individu elit politik dan dituangkan menjadi kebijakan politik, maka proses berbangsa akan kehilangan humanismenya. "Akan kehilangan ruang publik dan pelayanan publik serta produk-produk publik yang menumbuhkan kebangsaan," katanya. Padahal sebuah strategi budaya sangat diperlukan dalam membangun peradaban Indonesia terutama membangun nilai-nilai yang sejalan dengan kemajemukan bangsa. Satu bangsa sangat memerlukan sebuah strategi budaya agar ketahanan budaya tidak mengalami disharmoni dan disorientasi. "Hal itu penting dilakukan agar keberagaman diterima sebagai sebuah kekayaan dan bukannya justru dipertentangkan," kata Sultan. Dikatakannya, strategi kebudayaan mensyaratkan kemampuan untuk menghidupkan filosofi `Bhinneka Tunggal Ika` ke dalam sistem hukum tanpa lepas dari aspek historisnya. Selain itu juga mensyaratkan manajemen bernegara yang dijabarkan ke dalam program kerja dengan skala prioritas agar secara sosiologis mampu hidup dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. "Karena itu strategi budaya dalam pengambilan keputusan politik senantiasa harus mencerminkan sendi falsafah dan hukum sehingga memiliki daya hidup di masyarakat," kata Sultan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007