New York (ANTARA News) - Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan kecamannya karena iring-iringan rombongan PBB pada Sabtu mengalami penyerangan di Timor Leste. Insiden itu mewarnai rangkaian kerusuhan yang melanda beberapa wilayah di Timor Leste sejak awal pekan ini, menyusul protes atas penunjukan Xanana Gusmao sebagai perdana menteri untuk membentuk pemerintah baru. Dalam pernyataan yang dikeluarkan Markas Besar PBB di New York, Sabtu, utusan khusus Sekjen PBB untuk masalah Timor Leste, Atul Khare, mengutuk keras penyerangan itu, "termasuk mereka yang berada di belakang aksi tersebut" dan menekankan bahwa para pelaku harus diseret ke meja hijau. Khare mengingatkan bahwa keberadaan PBB dan masyarakat internasional di Timor Leste semata-mata adalah untuk membantu warga Timtim, yang ditegaskannya tidak boleh dihalangi oleh segelintir penjahat "yang dengan tindakan tak bertanggung jawab mencoba untuk menodai nama baik mayoritas warga Timor". Dalam laporannya, PBB mengungkapkan bahwa dalam insiden penyerangan yang terjadi pada Sabtu itu sejumlah orang melemparkan batu ke tiga kendaraan PBB dan juga menembakinya dengan senjata api. Hingga kini belum ada laporan tentang jatuhnya korban dalam aksi penyerangan kendaraan PBB itu. Misi PBB di Timor Leste (UNMIT) menengarai serangan terhadap pihaknya dilakukan oleh sebuah kelompok masyarakat antara Desa Fatumaka dan Gariuai. UNMIT juga mengungkapkan bahwa saat diserang, tiga kendaraan PBB ditumpangi empat anggota polisi PBB (Unpol), dua personel polisi Timor Leste, satu orang penerjemah, dua staf lokal PBB dan satu pekerja LSM. PBB melaporkan bahwa Unpol bekerja sama dengan mitra mereka dari Timor Leste maupun pasukan internasional sedang melakukan upaya memulihkan stabilitas di kawasan penyerangan. Kutukan terhadap penyerangan iring-iringan kendaraan PBB dikeluarkan beberapa hari setelah PBB mengancam akan mengambil tindakan keras pada para pendukung partai yang membuat kerusuhan pada awal pekan ini di Timor Leste dan menegaskan akan memperlakukan para perusuh sebagai penjahat yang akan ditangani dengan segera. Kekerasan tersebut terjadi setelah Presiden Jose Ramos Horta menunjuk satu koalisi yang dipimpin Xanana Gusmao untuk membentuk pemerintah setelah tidak ada satu partai pun yang meraih kemenangan dengan suara mayoritas dalam pemilihan parlemen pada 30 Juni lalu. Kepoutusan Horta menimbulkan protes keras dari para pendukung bekas partai yang berkuasa, Fretilin, yang mengklaim hak untuk memerintah setelah meraih suara paling banyak dalam pemilihan parlemen 30 Juni. Fretilin mencap tindakan Horta menunjuk Xanana sebagai tidak konstitusional dan mengancam akan akan memboikot pemerintah baru. Menurut laporan AFP, Sabtu, 1.000 warga Timor Leste meninggalkan rumah-rumah mereka karena aksi kekerasan etnik dan politik yang dipicu oleh penunjukan pemerintah baru yang kontroversial itu pada pekan ini. Setidaknya sudah 200 rumah di distrik Viqueque dibakar oleh kelompok-kelompok massa dalam serangan-serangan yang berlangsung sampai Kamis malam hingga memaksa penduduk desa melarikan diri ke gunung-gunung, kata AFP yang mengutip komandan polisi lokal Jose de Carvalho. Sementara itu menurut laporan wartawan ANTARA di lapangan, situasi keamanan dan perlintasan antar-warga antara Indonesia dan Timtim di sepanjang garis perbatasan masih dalam keadaan normal. Di Pos Lintas Batas Utama Indonesia-Timor Timur di Mota Ain, Kabupaten Belu, NTT, jumlah pelintas, baik yang berasal dari Indonesia ataupun meninggalkan Timor Timur, terlihat aman dan teratur. Semua pelintas mengantri secara tertib di Gedung Bersama Perlintasan di Mota Ain, tempat berbagai instansi bertugas, mulai dari pos Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Timor Timur, Markas Besar TNI, Kepolisian, Bea Cukai, Karantina Hewan dan Tumbuhan, hingga Imigrasi. (*)

Copyright © ANTARA 2007