Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan bahwa perubahan sifat dari konflik antarnegara menjadi konflik internal dalam suatu negara menjadi tantangan baru bagi kemanusiaan.

Perubahan dari konflik yang bersifat tradisional ke konflik internal negara disebabkan antara lain perkembangan teknologi yang memunculkan ancaman keamanan baru termasuk di dunia siber, dan hingga saat ini belum diatur dalam norma yang jelas.

"Sekarang kita bekerja bersama dalam situasi yang berbeda, tetapi para korban konflik adalah manusia yang perlu dipastikan perlindungannya secara maksimal," kata Menlu Retno dalam konferensi regional yang diselenggarakan Kemlu RI bekerjasama dengan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) di Jakarta, Rabu.

Dalam konferensi bertema Contemporary Warfare: Global Trends and Humanitarian Challenges itu, Menlu Retno menjelaskan bagaimana perang siber dapat mengganggu kinerja infrastruktur publik seperti rumah sakit yang telah menggunakan teknologi informasi dan telekomunikasi.

Selain itu, pesawat tanpa awak (drone), robot, dan perangkat bioteknologi juga bisa disalahgunakan untuk menciptakan kekacauan dan serangan bagi hidup manusia.

"Karena itu pengaturan baru yang didorong oleh perubahan sifat dari konflik antarnegara ke konflik internal serta penggunaan teknologi modern di medan perang layak mendapat perhatian, pendekatan baru, dan solusi," tutur Menlu Retno.

Perubahan sifat konflik dan kemajuan teknologi diakui Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor Leste Alexandre Faite sebagai tantangan serius untuk menjalankan mandat ICRC yaitu melindungi warga sipil, meminimalisasi jumlah korban, serta menegakkan hukum kemanusiaan internasional.

“Jika infrastruktur sipil seperti pabrik pengolahan air dihancurkan oleh senjata konvensional atau terganggu oleh perang siber, hasil akhirnya bisa sama yakni tidak ada suplai air yang aman untuk penduduk sipil," tutur dia.

Mengingat Indonesia sedang bersiap untuk menjalankan peran sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020, ICRC berharap dapat bekerja sama dengan Indonesia juga negara-negara lain untuk mendiskusikan dampak dari ancaman baru ini.

"Juga untuk mempertimbangkan aturan apa yang dapat atau harus diterapkan jika kita dihadapkan pada perang modern," kata Alexandre.

Menlu Retno Marsudi telah menegaskan bahwa hukum internasional harus ditaati untuk mewujudkan keamanan dan stabilitas dunia siber.

Baca juga: Menlu: Hukum internasional harus dipatuhi untuk wujudkan stabilitas siber

Karena itu, kerja sama untuk memerangi dan memberantas serangan siber oleh aktor non-negara seharusnya menjadi norma, apalagi saat dunia dihadapkan dengan ancaman sistem senjata mematikan otomatis yang menjadi sorotan dalam beberapa forum internasional.

Menlu menjelaskan bahwa penggunaan sistem senjata mematikan otomatis harus sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan warga sipil selama terjadi perang dan konflik.

Baca juga: Indonesia diharapkan dapat antisipasi teknologi senjata perang

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018