... negara demokrasi...
Pekanbaru, Riau (ANTARA News) - Ketua Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI) Provinsi Riau, Raya Deswanto, melaporkan sejumlah oknum mahasiswa Universitas Islam Riau ke polisi karena dinilai telah melakukan penghinaan kepada Presiden Joko Widodo saat demonstrasi di Kota Pekanbaru, 10 September lalu.

"Kami tidak menyebut berapa jumlah aktornya, tapi ada penanggung jawab umum, penanggung jawab lapangan yang ada di video itu. Kira-kira ada tiga sampai lima orang yang kami laporkan, dan biar pak polisi yang menentukan apakah laporan itu layak untuk ditindaklanjuti," kata dia, di Pekanbaru, Senin.

Ia menjelaskan, pelaporan resmi terkait penghinaan oleh oknum mahasiswa sudah dilakukan ke Markas Polda Riau, di Pekanbaru, hari ini.

Ia mengatakan, motif dari pelaporan itu merupakan wujud keinginan RJCI agar hukum ditegakkan kepada siapa pun yang sudah menghina presiden, bukan sebagai bentuk pembungkaman kebebasan berpendapat dalam berdemokrasi dan bukan bentuk antikritik.

"Ini murni adalah bagaimana hukum itu bisa dijalankan terkait dugaan penghinaan kepada pengusa, pemerintah, dalam hal ini penghinaan kepada presiden yang sudah disebarluaskan juga lewat ITE," kata dia.

Penghinaan terhadap Jokowi dinilai RJCI Riau terjadi saat ribuan mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Riau menggelar demonstrasi di Pekanbaru pada 10 September 2018.

Pada demonstrasi itu, mereka menilai ada oknum-oknum mahasiswa yang kebablasan sehingga menghina dan memfitnah Jokowi.

RJCI, kata dia, mengklaim memiliki bukti video bagaimana oknum-oknum mahasiswa menghadirkan sosok seperti pocong bergambar foto Jokowi dan membakarnya saat berdemonstrasi.

Alasan dia, "Riau ini Bumi Melayu, ada tunjuk-ajar, ada tata krama. Kalau benci Jokowi apa harus seperti itu. Apa Jokowi tak bisa lagi berbuat baik ke Riau yang sudah ada proyek jalan tol, rel kereta api, sampai Blok Rokan juga dikembalikan pengelolaannya ke perusahaan negara."

Kepala Bagian Humas Universitas Islam Riau, Dr Syafriadi, ketika dikonfirmasi mengatakan, Rektorat UIR tidak terlalu ambil pusing dengan laporan RJCI yang mempolisikan mahasiswa mereka.

Ia menilai hal itu lumrah karena menjadi hak setiap warga negara. "Pihak UIR baik-baik saja. Kadang ketawa, kadang sambil senyum. Kenapa harus ditanggapi serius sekali. Ini negara demokrasi," kata Syafriadi.

Dia menilai setiap warga berkedudukan sama di depan hukum, sehingga berhak melaporkan apa pun yang dilihatnya dalam sebuah peristiwa yang dinilai aneh.

Menurut dia, hal sama juga sudah dilakukan Universitas Islam Riau dan Ikatan Alumni Universitas Islam Riau yang melaporkan seorang warga Pekanbaru, yang dinilai sudah menghina institusi itu di media sosial terkait aksi demonstrasi mahasiswa itu, 10 September lalu.

Menurut dia, mahasiswa UIR saat berdemonstrasi bentuk penggunaan hak konstitusional sebagai warga negara bahwa dalam pasal 28f UUD 1945 yang menjamin kebebasan berpendapat bagi setiap warga negara.

Ia menegaskan, mahasiswa itu saat berunjuk rasa sedang menggunakan hak konstitusionalnya sebagai seorang warga negara bahwa pasal 28f UUD 1945 menjamin kebebasan berpendapat, itu yang digunakan sebagai landasan konstitusional mahasiswa dalam berdemokrasi.

"Mereka memanfaatkan ruang berpendapat, beraspirasi dalam ruang negara Indonesia yang berdemokrasi. Pihak-pihak yang merasa tidak nyaman oleh suara-suara mahasiswa itu, punya hak warga negara untuk menafsirkannya. Kalau mereka punya legal standing untuk membuat laporan ke polisi, ya silakan saja," katanya.

Ia menambahkan, pihak rektorat belum mengambil sikap khusus terkait laporan RJCI itu. "Itu baru tahap melapor, kami lihat tindak lanjut laporannya. Kalau sudah ditindaklanjuti polisi baru kami bersikap. Buat apa membuat sikap terlalu jauh," katanya pula.

Pewarta: Febrianto Anggoro
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018