Palu (ANTARA News) - Pangkalan Udara TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma dan Bandara Mutiara SIS Al Jufrie menunjukkan hal berbeda yang sama-sama memiliki daya tarik.

Pemandangan di sebuah mushala di belakang pos penjagaan Pangkalan Udara TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma tampak puluhan orang yang ternyata telah berhari-hari berada dan menginap di tempat itu.

Mereka adalah warga Jakarta dan sekitarnya, asal Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, atau daerah lsin di Sulawesi Tengah yang ingin masuk ke Palu.

Mereka berharap bisa terangkut dengan pesawat Hercules TNI AU yang hampir selama sepekan ini terbang ke Palu mengirimkan bantuan personel, peralatan, dan berbagai bahan logistik lainnya.

"Saya memang berharap bantuan dari Angkatan Udara karena belum ada penerbangan komersial ke Palu, paling sampai ke provinsi sekitarnya dan untuk masuk Palu masih banyak jalan terputus," kata seorang ibu yang sudah lima hari tinggal di mushala pos penjagaan Lanud Halim.

Pendapat serupa juga dilontarkan dari orang-orang yang berkumpul di tempat itu.

Mereka mengaku sudah mengurus administrasi dengan menyerahkan kartu identitas dan meyakinkan petugas bahwa mereka memiliki keluarga di Palu dan sekitarnya tetapi sejak gempa berkekuatan 7,4 Skala Richter disertai dengan tsunami, keluarga mereka tak bisa lagi dihubungi.

Pihak TNI memprioritaskan mengangkut bahan bantuan, baik makanan dan minuman, maupun peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk mencari dan menemukan korban serta melayani kebutuhan para pengungsi korban gempa.

Seperti pada Kamis pagi, sekitar 11 ton peralatan bantuan diangkut dengan menggunakan pesawat Hercules, mulai dari paket Bantuan Presiden, motor-motor patroli kepolisian, amunisi persenjataan TNI, makanan dan minuman, terpal, dan perlengkapan lainnya.

Petugas pengangkut barang, prajurit TNI, dan penumpang pun bergotong royong menaikkan berbagai jenis bantuan itu ke badan pesawat.

Salah satu penumpang yang ikut, Sersan Mayor Latif dari TNI AD bisa ikut terbang bersama pesawat C-130 Hercules dengan nomor ekor pesawat A1327 itu untuk memastikan nasib ibunya dan para keluarganya setelah tak berhasil dihubungi sejak terjadinya gempa.

"Saya gak ada persiapan apa-apa, ketika diizinkan memastikan kondisi keluarga, saya langsung berangkat," kata prajurit dari Kodim di Batanghari, Jambi, yang pernah bertugas di Afrika Selatan itu.

Pengalamannya di kesatuan zeni TNI AD akan membawanya bertemu dengan sesama rekan dari kesatuan tersebut untuk mencari keluarganya dan membantu mencari korban-korban lainnya.


Keluar Palu

Kondisi berbeda terlihat setibanya pesawat Hercules itu mendarat dan membongkar isi muatan barang di Bandara Mutiara SIS Al Jufrie.

Ratusan orang, sebagian korban luka-luka akibat gempa, langsung antre untuk diizinkan masuk ke pesawat yang akan terbang kembali menuju Pangkalan Udara TNI AU Hasanuddin di Makassar, Sulawesi Selatan.

Mirip dengan kondisi di Halim, dikabarkan di Lanud Makassar juga ada warga-warga yang ingin masuk ke Palu.

Seorang kakek bernama Mangga Sali, misalnya, diizinkan menjalani pengobatan lanjutan ke Makassar.

Keinginan keluar dari Palu merupakan inisiatif sendiri lalu mengajukan permohonan ke posko di Bandara Mutiara disertai bukti-bukti identitas diri karena yang diperbolehkan keluar Palu adalah warga penduduk yang di daerahnya terkena gempa.

Sebagaimana disampaikan Letkol Pnb Teddy Saputra yang juga instruktur pilot pesawat C-130 Hercules, TNI AU dalam sehari melayani maksimal 20 kali penerbangan keluar Palu dengan tujuan Makassar, Manado, Balikpapan, Surabaya, dan Jakarta.

Sejak hari kedua setelah gempa, banyak warga Palu dan sekitarnya ingin keluar dari daerah itu karena merasa ingin lebih aman atau berobat setelah terluka karena menjadi korban gempa.

Dengan kejadian gempa yang membuat lebih dari seribu jiwa meninggal dunia dan angka pastinya akan terus bertambah dan kian banyaknya warga Palu yang mengungsi ke luar daerah, pada hari-hari ke depan, kota ini akan semakin lengang.

Berbagai aktivitas keseharian masyarakat memang belum normal.

Belum ada kegiatan belajar-mengajar di sekolah-sekolah, pegawai pun belum normal bekerja ke kantornya masing-masing, dunia usaha pun masih sepi.

Kondisi tanggap darurat ini akan berlangsung hingga 11 Oktober mendatang dan bisa diperpanjang bila berbagai aktivitas kemasyarakatan belum pulih kembali.

Sulawesi Tengah dan Kota Palu pada khususnya akan memulai lagi derap pembangunannya dari awal. 

Untuk itu yang sangat dibutuhkan oleh Palu adalah kehadiran mereka yang dapat mempercepat proses pemulihan.

Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018