PBB (ANTARA News) - Dewan Keamanan PBB menyerukan Timor Leste menahan diri dari aksi kekerasan lebih lanjut setelah kerusuhan meletus ketika pemimpin kemerdekaan Xanana Gusmao diangkat menjadi perdana menteri bulan lalu. Dalam sebuah pernyataan yang dibacakan di satu pertemuan publik, Selasa, dewan menegaskan "perlunya semua pihak menyelesaikan setiap sengketa melalui hanya saluran damai dan dalam bingkai institusi-institusi demokratis." Bulan lalu, Presiden Jose Ramos Horta mengangkat pemimpin koalisi Xanana Gusmao setelah tidak ada satu partaipun meraih suara mayoritas mutlak dalam pemilihan parlemen 30 Juni. Tindakan presiden itu menimbulkan protes yang rusuh oleh para pendukung partai Fretilin, yang memimpin perjuangan 24 tahun melawan kekuasaan Indonesia. Fretilin meraih paling banyak suara dalam pemilihan Juni itu dan mengklaim berhak untuk memerintah. Menlu Timor Leste Zacarias da Costa yang menyampaikan pidato di dewan itu mengatakan bahwa protes-protes di dua distrik itu mengakibatkan 323 rumah dibakar dan dihancurkan, yang mengakibatkan sekitar 6.000 orang di negara miskin berpenduduk satu juta jiwa itu kini tidak memiliki rumah. Pernyataan itu, yang dibacarakan Ketua Dewan Keamana Jean Maurice Ripert dari Prancis, menyerukan "rakyat Timor Leste menahan diri untuk tidak melakukan aksi kekerasan untuk menjamin keamanan. Dewan Kemanan juga menegaskan "perlunya keadilan dan keadaan yang dapat dipertanggungjawabkan " setelah Indonesia, satu anggota dewan mencoret referensi pada kejahatan pada masa lalu." Semua 15 anggota dewan itu menyetujui sebuah pernyataan. Satu komisi telah dibentuk oleh Indonesia dan Timor Leste untuk memeriksa kejadian-kejadian menyangkut pemungutan suara kemerdekaan karena hal itu dapat merekomendasikan amnesti bagi kejahatan serius terhadap kemanusiaan. Kelompok-kelompok hak asasi manusia dan kelompok korban Timor Leste mengecam komisi itu karena tidak memeriksa fakta dan para saksimata. Mereka mengatakan, kebenaran disimpangkan, terutama oleh mereka yang dipersalahkan PBB karena menghasut kerusuhan ketika referendum kemerdekaan itu. Pada tahun 1999, setelah Timor Leste memutuskan merdeka dari Indonnia dasn berada di bawah pengawasan PBB, para perusuh membunuh ribuan orang dan memaksa 250.000 orang mengungsi. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007