Jakarta (ANTARA News) - Kampanye internasional 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang setiap tahun dilaksanakan mulai 25 November hingga 10 Desember bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

Komnas Perempuan telah mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan RUU P-KS guna memutus mata rantai kekerasan seksual terhadap perempuan dan mendukung pemulihan korban.

"Namun Panja Komisi 8 RUU P-KS DPR RI terkesan memperlambat pembahasan dan pengesahan di DPR," kata Komisioner Komnas Perempuan Azriana di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan kekosongan aturan khusus mengenai perlindungan masyarakat, khususnya perempuan, dari kekerasan seksual membuat penyelesaian hukum kasus kekerasan seksual hanya bergantung pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Proses hukum yang bergantung pada KUHP dan KUHAP, menurut dia, masih mendiskualifikasi pengalaman perempuan korban sehingga membuat korban rentan dipojokkan, hak-hak mereka menjadi terabaikan, dan akses mereka pada keadilan menjadi terbatas sementara laporan kasus kekerasan seksual terus meningkat.

Komnas Perempuan mengamati perkembangan tren kekerasan seksual, dan menilai kasus-kasus kekerasan seksual di institusi pendidikan belum ditangani sebagaimana mestinya. Kasus yang dialami mahasiswi UGM misalnya, menurut Komnas, tidak ditangani sebagai pelanggaran berat di kalangan civitas akademika dan belum ada prioritas bagi pemulihan korban.

Komnas Perempuan meminta DPR segera membahas dan mengesahkan RUU P-KS tanpa mengabaikan hal prinsip terkait pencegahan, hukum acara pembuktian, pemulihan dan perlindungan hak korban.

Baca juga:
Perlu payung hukum komperhensif lindungi korban kekerasan seksual
DPR kebut pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

 

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018