Padang (ANTARA News) - Penuntasan kasus korupsi Soeharto oleh Jaksa Agung (JA) Hendarman Supanji diinisiasi Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative, dinilai akan membuka borok Bank Dunia. "Sebab JA akan dipersulit untuk mendapatkan sejumlah bukti hukum, atau tidak akan diberi akses, karena takut borok Bank Dunia itu akan terbongkar," kata Akademisi Hukum Perjanjian Internasional Unand, Firman SH, di Padang, Kamis. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Bank Dunia melaporkan mantan Presiden Soeharto adalah pemimpin terkorup di dunia. Soeharto, presiden RI selama 32 tahun, ditempatkan pada urutan pertama dalam daftar pemimpin dunia yang diduga merampas kekayaan negara dalam jumlah diperkirakan 15 miliar-35 miliar dolar AS. Daftar tersebut tercantum dalam buku panduan dikeluarkan oleh PBB dan Bank Dunia bersamaan dengan peluncuran Prakarsa Penemuan Kembali Kekayaan Yang Dicuri atau Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Senin (18/9). Menurut Firman, walaupun ada inisiasi StAR Initiative untuk membantu mengumpulkan bukti-bukti, itu tentu tidak semuanya bisa diperoleh dengan mudah untuk akan dijadikan fakta hukum. "Tetapi jika StAR Initiative serius membantu, ada kemungkinan sekaligus bisa membongkar borok Bank Dunia," katanya. Firman meyakini, bahwa kalkulasi pinjaman Bank Dunia senilai 35 miliar dolar AS tersebut tidak penuh diterima pemerintah Indonesia. Sebagian lainnya, kata Firman, diindikasi masuk ke kantong panitia Bank Dunia --satu usaha -- untuk melancarkan keluarnya bantuan," katanya. Yang penting, untuk memperoleh bukti kuat, JA perlu menghitung bantuan Bank Dunia itu seteliti mungkin, berapa investasi yang telah diberikan sekian lama -- ke pemerintahan Indonesia masa Soeharto -- dilengkapi neraca yang jelas dan terinci. "Kalkulasinya diyakini nanti pasti tidak akan berjumlah 35 miliar, namun diperkirakan menyusut," katanya, sambil menambahkan pengungkapan PBB bahwa korupsi Soeharto sebesar 35 miliar dolar AS itu hanya satu kalkulasi secara ekonomi `kasat mata`, bukan bukti sebenarnya yang dibutuhkan hukum. Jaksa Agung perlu bekerja keras untuk menjadikan uang dikorupsi tersebut sebagai bukti hukum, dan itu memang bukan pekerjaan mudah, terutama dalam merangkum bukti-bukti menjadi fakta hukum. "Tiap negosiasi dilakukan dengan pihak asing guna meraih bantuan, pasti ada konspirasi politik antara keduanya, katanya, sehingga diyakini JA akan dipersulit untuk mendapatkan sejumlah bukti hukum. Firman lebih menyarankan sebaiknya JA memverifikasi bukti-bukti yang sudah ada dan tarik kembali kasus Soeharto ke PN di Indonesia. Jika kasus korupsi ini berhasil dibuka, kata Firman, Hendarman Supanji akan tercatat sebagai orang tersukses dalam sejarah hukum di Indonesia karena mampu menuntaskan kasus korupsi. Namun demikian, keberhasilan itu bisa dicapai jika jajaran JA mendukung kebijakannya secara penuh, jujur dan terbuka, tambahnya. (*)

Copyright © ANTARA 2007