Jakarta (ANTARA News) - Partai politik tidak semestinya diberi hak dan izin untuk mendirikan badan usaha karena akan mengaburkan fungsi pengawasan DPR yang didalamnya terdiri atas anggota-anggota partai politik, selain akan membuka peluang terjadinya persaingan tidak sehat dengan dukungan orang-orangnya di DPR. Demikian pernyataan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) yang disampaikan Koordinator Pimpinan Kolektif Nasional (PKN) PDP Laksamana Sukardi di Jakarta, Senin malam. Laksamana didampingi sejumlah pengurus PKN PDP, antara lan Roy BB Janis, RO Tambunan, Didik Supriyanto, Petrus Selestinus, Noviantika Nasution dan Ketua Dewan Pertimbangan PDP Abdul Madjid. Laksamana mengemukakan, pernyataan PDP itu terkait Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU tentang Partai Politik yang sedang dibahas DPR RI. "Sangat berbahaya bila partai politik boleh berbinis. Harus dicermati dampak dan akibatnya. Bahaya kalau pengawas diberi hak pula untuk menjalani kegiatan yang seharusnya diawasi," katanya. Dia menjelaskan, partai politik menguasai parlemen yang seharusnya sebagai pengawas dunia bisnis. Karena itu, rancu apabila pengawas juga mendirikan badan usaha yang harus diawasi sendiri oleh partai politik melalui DPR. "Akan terjadi benturan kepentingan. Namun bagi pengusaha nakal, penyelundup dan penggelap pajak, justru hal ini peluang untuk berlindung karena partai politik bisa diajak kerjasama melalui pemberian saham," katanya. Dia mengemukakan, partai politik tidak punya kompetensi untuk menekuni bisnis. Jika tetap saja menjalankan bisnis yang dijalankan orang-orang profesional, maka perusahaan atau bisnis partai politik itu akan mendapat perlindungan secara hukum. "Bisnis Parpol akan kebal hukum. Jaksa dan polisi pun tidak berani melakukan penyelidikan karena takut tekanan dari partai politik melalui DPR. Apalagi untuk menduduki jabatan-jabatan penting, harus melalui proses di DPR," katanya. Bila partai politik diberi hak untuk berbisnis, kata Laks, maka peluang terjadi monopoli dan pengkavlingan usaha akan terbuka lebar. Partai politik akan saling berebut kepentingan demi usaha bisnis. "Di masa Orde Baru, terjadi patron bisnis antara partai politik dengan pejabat melalui saham kosong, sebagai bentuk KKN dan backing-mem-backing. Itu tidak sehat dan dikhawatirkan akan terjadi lagi bila DPR meloloskan usul itu," katanya. Dia mengemukakan, TNI yang semula memiliki bisnis, telah banyak dipersoalkan oleh kalangan partai politik melalui DPR. TNI ditekan agar melepaskan bisnisnya. Ironis, ketika TNI akhirnya mau melepaskan bisnis, justru partai politik yang semula mempersoalkan bisnis TNI berupaya memasuki dunia bisnis. Arah demokrasi juga akan sangat ditentukan oleh praktik-praktik kapitalistik yang semuanya dikontrol oleh kepentingan uang dan kekuasaan. Padahal di AS, Partai Republik dan Demokrat tidak memiliki bisnis, kecuali orang-orangnya secara pribadi yang memiliki bisnis. "Itu pun dengan aturan yang ketat. Tidak boleh ada konflik kepentingan," katanya. Yang perlu dikhawatirkan bersamaan dengan munculnya gagasan agar Parpol diberi hak mendirikan badan usaha, adalah adanya usul agar keuangan partai politik tidak perlu diaudit. Sebaiknya, partai politik tidak diberi hak mendirikan badan usaha, namun sumbangan dari publik kepada partai politik yang perlu di tingkatkan. "Ketentuan dalam UU lama bahwa harus ada audit terhadap keuangan partai politik sudah tepat. Alokasi APBN untuk partai politik yang dihitung berdasarkan jumlah suara dalam Pemilu sudah tepat," kata Roy BB Janis. Roy mengemukakan, partai politik yang diberi izin mendirikan badan usaha akan menghilangkan peran partai oposisi. Yang ada adalah "bagi-bagi" kavling usaha demi uang dan kekuasaan. "Jika partai politik diberi hak mendirikan badan usaha, maka bisnis yang `fair` akan sulit diwujudkan.Hal itu memungkinkan politisi campur tangan ke badan usaha partainya," katanya. Didik Supriyanto dan RO Tambunan mengemukakan, selama ini partai politik didirkan untuk kepentingan negara dan demokrasi serta HAM. Dengan mendirikan badan usaha, maka partai politik akan berkonsentrasi pada laba dan kekuasaan. "Partai politik tidak lagi mengabdi demi kepentingan rakyat, tetapi demi laba dan kekuasaan," kata Didik Supriyanto. RO Tambunan mengemukakan, gagasan pemberian hak kepada partai politik untuk mendirikan badan usaha akan semakin mengaburkan fungsi partai politik sebagai penampung, penyalur dan alat perjuangan aspirasi rakyat. "Akan sulit mengharapkan partai politik berfungsi sebagaimana mestinya, semua sudah diarahkan untuk kepentingan badan usaha demi laba dan kekuasaan," kata Tambunan.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007