Bandarlampung (ANTARA) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengapresiasi Persatuan Guru Nahdatul Ulama (Pergunu) yang selama ini telah menjadi garda terdepan dalam mengajarkan Pendidikan Agama Islam di Indonesia.

"Profesi guru adalah profesi yang mulia, maka dari itu saya menitipkan kepada guru NU selalu menjaga dan merawat pemahaman kita yang sudah baik ini," kata Menag pada acara Peringatan Hari Lahir ke-67 Pergunu yang digelar di Aula LPMP Provinsi Lampung di Bandarlampung, Jumat.

Menurut dia, NU sebagai salah satu ormas Islam besar di Indonesia mempunyai keunggulan, yakni kekhasan cara pandang dalam melihat relasi hubungan antara agama dan negara, serta kecintaannya kepada Tanah Air.

Ia mengatakan, guru sebagai jantung pendidikan harus mengajarkan pemahaman Islam yang "rahmatan lil-alamin" dan ke-Indonesiaan di semua jenjang pendidikan, tidak hanya pada sekolah-sekolah yang didirikan oleh NU tapi di semua sekolah yang terdapat pendidikan agama Islam di negeri ini.

"Untuk menghindari paham yang tidak relevan dengan konteks ke-Indonesiaan, guru harus memberikan pemahaman Islam yang substansial dan inklusif bukan yang ekslusif," kata dia.

Menteri Agama menambahkan, semua itu harus dilakukan oleh guru-guru NU agar generasi mendatang tidak ada pikiran ataupun paham yang tidak sesuai dengan konteks ke-Indonesiaan yang multikultural dan majemuk ini.

Ia mengatakan, para anggota Pergunu harus memegang teguh apa yang telah diajarkan oleh sesepuh terdahulu, yakni menjaga pemahaman ke-Indonesian dan mengajarkan Islam yang rahmatan lil-alamin, Islam yang mengayomi, Islam yang merangkul seluruh lapisan yang menjadi satu kesatuan suatu bangsa.

Lukman berharap, kepada seluruh anggota Pergunu maupun ulama agar diberi kekuatan untuk terus mampu menjalankan amanah dalam mendidik generasi penerus bangsa.

Menurut dia, NU sebagai salah satu ormas Islam besar di Indonesia mempunyai keunggulan, yakni kekhasan cara pandang dalam melihat relasi hubungan antara agama dan negara, serta kecintaannya kepada Tanah Air.

Pewarta: Edy Supriyadi/Dian Hadiyatna
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019