Jakarta (ANTARA News) - Maskapai Penerbangan Swasta Nasional Lion Air akan menggandeng akademi pilot Australia untuk mendidik 300 pilot barunya pada 2008 dengan anggaran yang disiapkan mencapai 20 juta dolar AS. "Total kebutuhan kami dengan 122 pesawat Boeing 737-900 ER sebanyak 600 pilot. Untuk itu, mulai tahun depan 300 pilot segera kami didik dengan mengadopsi sistim dari pendidikan pilot yang dikembangkan dua akademi di Australia," kata Manajer Humas Lion Air, Hasyim Arsal Alhabsy, kepada pers di Jakarta, Selasa. Menurut Hasyim, 300 pilot tersebut akan terbagi dalam delapan angkatan dengan masing-masing angkatan 25 orang dan lama pendidikan 14 bulan. "Sistem pendidikannya campuran antara di Australia dan Indonesia," katanya. Konsepnya, kata Hasyim, boleh jadi, para calon pilot yang diseleksi dari lulusan setingkat sekolah menengah atas (SMA) ini akan dididik oleh para instruktur dari dua perusahaan Australia, yakni Flight Idea dan ST Atas dan pelaksanaan pendidikannya di Lion Facility Village (LFV) seluas 2,1 ha di Cengkareng, Banten, atau beberapa bulan di Australia. "Dua perusahaan itu sudah punya `license` dan sertifikasi dari ICAO (International Civil Aviation Organisasi) untuk kategori pendidik pilot `multi purpose rating` dengan lama pendidikan hanya 14 bulan atau cukup singkat bila dibanding dengan pendidikan sejenis di dalam negeri selama 3-4 tahun," katanya. Konsekuensinya, biaya untuk per orang siswa sekitar 40-50 ribu dolar AS. "Untuk itu, Lion Air menyediakan semacam beasiswa dan lulusan dari program itu nantinya akan diikat kontrak kerja dengan Lion Air untuk beberapa tahun. Penghasilan mereka bisa mencapai 500 juta per tahun," katanya. Kendati begitu, tegasnya, Lion Air tidak menafikan peluang kerjasama untuk program serupa juga menggandeng Sekolah Tinggi Penerbang Indonesia (STPI), Badan Diklat Departemen Perhubungan (Dephub). "Rencana kami, dari program pengadaan pilot selama ini 5-10 orang calon pilot Lion Air juga didik di STPI Curug, Tangerang," katanya. Ia juga menambahkan, pendanaan untuk program itu sekitar 40 persen berasal dari ekuiti Lion Air dan selebihnya adalah dari sindikasi perbankan nasional. Sebelumnya, Badan Diklat Departemen Perhubungan menyebutkan, Indonesia per tahunnya saat ini membutuhkan 400 pilot baru, sedangkan kemampuan STPI Curug per tahunnya hanya 150-200 orang saja. "Itu pun adalah pemegang lisensi pilot `gundul`. Untuk bisa terbang pesawat jet tertentu, ia harus menempuh pendidikan rating lagi," kata Kepala Badan Diklat Dephub, Dedy Dharmawan. Pada kesempatan itu, Hasyim menjelaskan, untuk mensukseskan program itu, pihaknya siap mendatangkan empat simulator Boeing 737-900 ER mulai akhir tahun ini hingga beberapa tahun ke depan. "Dua simulator Boeing 737-900ER yang merupakan paket dari pemesanan 122 pesawat jenis itu akan datang pada akhir tahun ini, hampir bersamaan dengan penerimaan dua pesawat Boeing 737-900 ER pada pertengahan Desember yang merupakan pesawat ke-6 dan ke-7 dari total pemesanan 122 pesawat itu," katanya. Lion hingga saat ini telah memiliki dua simulator yakni satu untuk pesawat jenis MD dan satu lagi Boeing 737-400. Ke-4 simulator itu nantinya akan ditempatkan di LFV. Ia juga mengatakan, para pilot lulusan program itu, diharapkan sudah mengantongi jam terbang sekitar 400 jam sehingga sudah bisa memiliki kemampuan bar satu dan bisa ikut dalam penerbangan Lion Air. "Tahap berikutnya untuk sampai pada jenjang bar 4 atau sebagai pilot Lion Air, mereka tetap harus diuji oleh Dirjen Perhubungan Udara. Untuk posisi ke bar 4 biasanya diperlukan sekitar 5000 jam terbang," katanya. Hasyim juga menambahkan, Lion akan mengumumkan rencana penerimaan 300 pilot itu mulai akhir tahun ini dengan persyaratan usia di atas 18 tahun dan lulus sekolah setingkat SMA. "Peluang ini juga terbuka bagi wanita," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007