Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden usuf Kalla membantah anggapan bahwa rumah susun (rusun) tidak sesuai dengan akar budaya masyarakat Indonesia, karena rusun justru sejalan dengan budaya masyarakat. "Banyak orang bilang rusun tak sesuai dengan budaya kita. Justru rusun itu sesuai," kata Wapres, saat membuka Rakernas Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (Aperti) ke-1 di Jakarta, Kamis. Wapres mencontohkan rumah gadang di masyarakat Minang, Sumatera Barat, dan juga rumah panjang di masyarakat Kalimantan merupakan bentuk rusun sederhana. Menurut Kalla, baik rumah gadang maupun rumah panjang merupakan bentuk lain dari rusun. Rumah tersebut menjadi tempat bernaung keluarga besar. "Bedanya, kalau rumah gadang dan rumah panjang itu memanjang, sedangkan rusun bertingkat ke atas, tapi konsepnya sama, berkumpul bersama," kata Wapres. Karena itulah, tambah Wapres, untuk mengatasi sulitnya lahan dan terus meningkatnya permintaan perumahan, maka tidak ada jalan lain selain mulai membangun rusun. Wapres dalam kesempatan itu menjanjikan kompleks bekas Bandara Kemayoran tahun depan bisa dibangun sebagai pusat pengembangan rumah rakyat melalui program rumah susun. "Kalau Kemayoran dikapling-kapling orang yang nggak tahu, itu tak benar. Kemayoran tahun depan harus jadi pusat pengembangan rumah (rusun)," kata Wapres. Menurut Wapres, pembangunan rumah susun saat ini sudah mutlak menjadi keharusan. Di kota-kota besar seperti Jakarta, kata Wapres, tidak bisa lagi dibangun perumahan mendatar, namun harus dibangun rumah susun. Dalam kesempatan itu, Wapres mengajak Aperti untuk ikut membangun rusun. Wapres menjelaskan rumah sederhana yang selama ini dibangun Aperti juga mengalami perkembangan. Rumah Susun, yang dibangun di kota-kota besar, tambah Kalla, juga masuk dalam kategori rumah sederhana. Namun, ujar Wapres, rumah sederhana terus akan berkembang sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Kalla mencontohkan kalau dulu orang cukup dengan rumah kecil, maka sekarang dengan peningkatan ekonomi tentu ingin yang lebih besar. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007