Kupang (ANTARA News) - Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusa Tenggara Timur (NTT) tengah menginventarisir kepemilikan tanah Warga Negara Indonesia (WNI) di negara Timor Timur, terutama di kawasan perbatasan, guna menjamin hak atas tanah. Kepala BPN NTT, H. Helfi Noezir SH mengemukakan hal itu, saat Rapat Koordinasi (Rakor) Pengelolaan Batas Negara, yang diselenggarakan Badan Perencanaan dan Pembangunan Provinsi (Bappeprov) NTT, di Kupang, Rabu. Rakor pengelolaan batas negara itu berlangsung 11-13 Desember 20007, yang melibatkan semua instansi teknis yang memiliki keterkaitan dengan pengembangan kawasan perbatasan NTT-Timor Timur. Noezir mengatakan, inventarisasi kepemilikan atau penguasaan tanah WNI di wilayah Timor Timur, terutama di kawasan perbatasan, merupakan konsekuensi dari penetapan titik batas negara RI-Timtim sesuai "Provitional Agreement", tanggal 8 April 2005. "Penetapan titik batas negara tidak menghapus/mengurangi hak keperdataan seseorang, namun perlu ada pengaturan khusus antara kedua negara (RI dan Timtim) untuk menjamin hak atas tanah masyarakat di kawasan perbatasan," katanya menegaskan. Menurut dia, upaya memperjuangkan hak atas tanah WNI di kawasan perbatasan dalam wilayah Timtim itu harus diakomodir oleh Komisi Perantara Perbatasan (Boorder Leaison Committe = BLC) NTT-Timtim, yang diketuai Wakil Gubernur NTT. BLC NTT-Timtim yang berkedudukan di Kupang pun harus meneruskan permasalahan tersebut ke tingkat pusat, hingga dibahas dengan Timtim dan diterbitkan aturan khusus yang mengatur kepemilikan tanah WNI di wilayah Timtim. "Rakor pengelolaan kawasan perbatasan negara ini perlu merekomendasikan pentingnya aturan khusus untuk menjamin hak atas tanah masyarakat di kawasan perbatasan," kata Noezir. Ia menambahkan, BPN NTT terus berupaya memberi penguatan hak atas tanah bagi masyarakat Indonesia di kawasan yang berbatasan langsung dengan negara Timtim. Dalam tahun 2007, BPN NTT melakukan sertifikasi terhadap 2.000 bidang tanah milik warga eks Timtim di kawasan perbatasan dalam wilayah Kabupaten Belu, Timor Tengah Utara (TTU) dan Kupang. "Proses sertifikasi 2.000 bidang tanah itu mendapat dukungan dari LSM `Care International`. Kalau mau disertifikasi lebih banyak lagi, maka dibutuhkan dukungan dana APBN dan APBD," katanya. Noezir menambahkan, dalam tahun anggaran 2007 TNI juga telah membangun 8.000 unit rumah baru bagi warga eks Timtim dan warga lokal di Kabupaten Belu, TTU, TTS dan Kupang yang mendapat dukungan dana dari Departemen Sosial, namun belum disertifikasi. "Kami siap melakukan sertifikasi hak atas tanah yang dihuni warga eks Timtim dan warga lokal itu, jika didukung dana APBN atau APBD. Saya akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait," demikian Noezir. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007