Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melalui Departemen Keuangan mengalokasikan dana Rp5 triliun bagi keperluan "land capping" atau penetapan harga tanah dalam rangka percepatan pembangunan jalan tol. "Alokasi dana bagi 'land capping' itu ditujukan bagi pembangunan 28 ruas jalan tol, termasuk tol Trans Jawa," kata Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Hisnu Pawenang, di Jakarta, Senin. Dana tersebut berasal dari dana jaminan ("guarantee fund") pemerintah. Filosofinya beda dengan APBN yang harus habis setiap tahun, dengan demikian tidak ada konsekuensi apabila dana ini tidak habis dimanfaatkan, jelas Hisnu. Sebelumnya, pada Jumat (5/1) pekan lalu, pemerintah menyetujui menanggung risiko nilai land capping jika harga tanah melonjak hingga melebihi 110 persen. Dengan begitu, kata Hisnu, investor harus menanggung pembebasan tanah hingga 110 persen. Pilihan lainnya, menanggung 2 persen dari nilai investasi jalan tol. Intinya, jelas Hisnu, jika pemerintah menanggung risiko tanah, kelayakan proyek tetap tidak akan turun meskipun dana tanahnya besar. Capping ini diperuntukkan bagi proyek yang secara finansial sebenarnya layak, tapi harga tanahnya tinggi. Mengenai aturan penggunaan dana dan penerapannya, Hisnu mengaku belum mengetahui secara persis. Pihak Departemen Keuangan, tambahnya, masih belum memberitahukan secara rinci mengenai hal itu kepada BPJT. Di sisi lain, Hisnu mengungkapkan land capping bukan menjadi satu-satunya cara meminimasi risiko pembebasan tanah. Bukan tidak mungkin nantinya muncul kebijakan baru, seperti pembebasan tanah terlebih dahulu oleh pemerintah sebelumnya ditawarkan kepada investor. Selain "land capping", pemerintah juga mempermudah investor dengan dana talangan Badan Layanan Umum (BLU). BLU bertujuan menalangi biaya pembebasan tanah oleh pemerintah yang nantinya harus dikembalikan oleh investor sesuai jumlah yang dibayarkan oleh pemerintah. Mengenai kebijakan Menteri Keuangan untuk membebankan pajak yang tinggi apabila harga tanah semakin tinggi, Hisnu mengatakan merupakan solusi mengendalikan harga tanah, namun secara pribadi belum mendengar usulan tersebut. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008