Jakarta (ANTARA News) - Selain faktor iklim dan tanah, kurang digalakkannya intensifikasi membuat produktivitas tanaman kedelai di tanah air sulit ditingkatkan lebih dari rata-rata 1,3 ton per hektar, kata Pakar Pertanian, Dr Widjang Herry Sisworo APU. "Di Indonesia kedelai ditanam bukan sebagai tanaman utama, tetapi hanya sampingan sebagai tanaman tumpang sari dari tanaman padi, di mana kedelai hanya mendapat sisa-sisa air irigasi dari padi," katanya di Jakarta, Rabu. Dengan cara penanaman yang tidak intensif ini membuat kedelai hanya ditanam petani sekedarnya, ini bisa dilihat dari sedikitnya dukungan hasil penelitian, bahkan jika telah banyak varietas unggul yang dihasilkan kurang tersosialisasi baik, ujarnya. Kedelai, ujarnya, tergolong sulit ditanam di negara tropis seperti Indonesia, khususnya karena kehangatan dan kelembaban yang tinggi membuat hama penyakit yang menyerang kedelai menjadi lebih subur dan lebih banyak jenisnya, misalnya lalat daun dan ulat penggerek. Lama matahari bersinar setiap harinya (12 jam) juga terlalu pendek bagi kedelai, sementara di negara-negara subtropis kedelai ditanam pada masa-masa matahari bersinar lebih lama, ditanam pada awal musim semi hingga akhir musim panas, katanya. Penghambat lainnya adalah derajat keasaman tanah. Tanaman kedelai, urainya, hidup bersimbiosis dengan bakteri rhizobium, bakteri yang bisa manambat nitrogen dari udara sehingga memungkinkan kedelai tumbuh. Namun bakteri rhizobium tampaknya kurang cocok hidup di tanah yang keasamannya tinggi seperti Jawa dan Sumatera, karena itu dibutuhkan bakteri rhizobium yang tahan kondisi asam dan diperlukan banyak riset. Meningkatkan produktivitas kedelai, ujarnya, memerlukan gerakan politik, seperti halnya ketika Indonesia menargetkan swasembada beras seperti di masa lalu, apalagi banyak jenis pangan tradisional yang berbahan baku kedelai seperti tempe, tahu, kecap hingga susu. Dari kebutuhan dalam negeri terhadap kedelai sebesar dua juta ton per tahun, sebanyak 1,4 juta ton dipenuhi dari impor. Karena itu jika harga kedelai dunia melonjak hingga di atas 100 persen dari normalnya Rp 2.500 per kg menjadi Rp7.500 per kg, maka devisa negara terancam akibat impor yang terlalu besar.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008