Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ernovian G Ismy membantah tuduhan dumping yang diajukan oleh otoritas antidumping Turki terhadap benang serat sintetis dan buatan (yarn) dari Indonesia. "Kita bisa buktikan ini (tuduhan) tidak terbukti tapi nanti kita akan dirugikan karena pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) yang diterapkan selama proses investigasi berlangsung," katanya kepada ANTARA News di Jakarta, Senin. Menurut Ernovian, Turki menuduh dumping empat nomor pos tarif (HS) dari produk benang serat sintetis dan buatan (yarn) yang diekspor selama 1 Januari - 31 Desember 2007. "Kalau kita lihat dari data tahun lalu, itu (tuduhan) tidak mungkin. Selama 2007, kita tidak ekspor nomor HS 5508 dan 5511," ujarnya. Sedangkan selama 2006, ekspor jenis benang yang termasuk HS 5508, hanya senilai 57ribu dolar AS dengan volume 19ribu kg. Sementara untuk HS 5509 dan 5510, berdasarkan data Januari - September 2007 ekspornya masing-masing hanya mencapai 34 juta dolar AS (volume 15 juta kg) dan 44 juta dolar AS (volume 14 juta kg). Ernovian mengaku telah mengumpulkan anggota API untuk berkoordinasi menghadapi tuduhan dumping tersebut. "Kita akan cepat respon. Kita kumpulkan anggota semua, karena walaupun tuduh hanya 5 perusahaan tapi kalu terbukti, seluruh ekspor Indonesia ke sana akan kena BMAD,"tambahnya. Ekspor TPT Indonesia ke Turki, selama ini mencapai 5,14 persen dari seluruh ekspor Indonesia. Meski demikian, API sangat menyayangkan jika BMADS atau BMAD dikenakan karena dapat mengganggu kinerja ekspor TPT Indonesia ke Eropa mengingat Turki merupakan pintu masuk ekspor ke wilayah itu. "Pada 2005 ekspor kita ke Turki itu urutan nomor 10 atau 8,"ujarnya. Ernovian mengaku telah menerima kuesioner tuduhan dumping dan telah meminta perpanjangan waktu menjawab mengingat batas yang diberikan 26 Januari 2008. Selain Indonesia, negara lain yang juga dituduh melakukan dumping adalah India dan China. Dumping merupakan kegiatan menjual barang lebih murah di negara pengimpor daripada di negara pengekspor. Industri serupa di negara tujuan ekspor dapat mengajukan pengenaan Bea Masuk tambahan (Bea Masuk Anti Dumping) jika praktek dumping terbukti merugikan industri dalam negerinya. Salah satu tanda-tanda terjadinya dumping adalah meningkatnya ekspor produk tertentu secara signifikan dalam beberapa waktu dan industri di negara pengimpor mengalami kerugian. Ekspor yarn Indonesia ke Turki selama 2004-2006 meningkat cukup pesat secara nilai yaitu 59 juta dolar AS pada 2004, 61,68 juta dolar AS selama 2005 dan 72,7 juta dolar AS pada 006. "Tapi secara volume sebenarnya ekspor kita stabil," ujar Direktur Pengamanan Perdagangan, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Departemen Perdagangan, Martua Sihombing. Menurut Martua, ekspor yarn Indonesia ke Turki pada tahun 2004 dan 2005 mencapai 31 juta kg sedangkan 2006 meningkat tipis menjadi 32 juta kg.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008