Jakarta (ANTARA News) - Jumlah emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan jumlah investor yang berinvestasi di pasar modal masih sangat sedikit sehingga jika terjadi gejolak eksternal, pasar modal Indonesia lebih mudah terguncang. "Dari sisi `supply` (emiten) dan `demand` (investor) masih sangat sedikit sekali. Sehingga jika terjadi guncangan dari luar dampaknya justru sangat terasa di bursa Indonesia," kata Kepala Riset Danareksa, Purbaya Yudi Sadewa, di Jakarta, Senin. Purbaya mengatakan jika dibandingkan dengan bursa Singapura, Thailand dan Malaysia, bursa Indonesia masih jauh tertinggal dalam pertumbuhan emiten atau perusahaan yang "go public". Dia mencontohkan di bursa Singapura perusahaan yang "go public" tiap tahunnya tumbuh sekitar 100 emiten, sedangkan di bursa Thailand perusahaan yang "go public" tiap tahunnya tumbuh sekitar 90 perusahaan. "Hal ini jauh berbeda dengan bursa Indonesia, perusahaan yang 'go public' tiap tahunnya hanya sekitar sembilan perusahaan," katanya. Begitu juga dengan jumlah investor lokal yang bermain di pasar modal sangat sedikit. "Meski saat ini komposisi investor lokal dengan asing hampir mendekati `fifty-fifty`, namun hal itu belum dapat `menjaga` pasar dari guncangan saat ditinggal lari investor asing," tambahnya. Menurut Purbaya, investor pada umumnya masih kurang pengetahuan, sehingga saat ini mereka hanya mengekor saja dari irama permainan investor asing. Selain itu juga masih kurang pemahaman dari kalangan pengusaha yang mencari akses pendanaan dari pasar modal. "Sebagian besar mereka hanya tahu mencari akses pendanaan dari perbankan," ujarnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008