Makassar (ANTARA News) - Sulawesi Selatan telah mengekspor 181.122 ton biji kakao pada 200 dan menghasilkan devisa 221,7 juta dolar AS atau sekitar Rp2 triliun. "Ekspor tersebut turun dibanding tahun 2006 yang tercatat 220.185 ton," kata Ketua DPD Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Sulsel, Yusa Rasyid Ali di Makassar, Senin. Penurunan ekspor tersebut dipicu oleh turunnya produksi yang merupakan dampak dari melemahnya produktivitas tanaman usia tua serta serangan hama penggerek buah kakao (PBK). Penurunan produksi ini cukup disayangkan karena sejak beberapa bulan terakhir, harga kakao di pasar dunia meningkat cukup signifikan hingga mencapai Rp20.000/kg. "Dengan turunnya volume ekspor sebesar 39.000 ton tahun lalu, kita kehilangan peluang meraih devisa ratusan miliar rupiah," ujarnya. Padahal, katanya, Sulsel merupakan produsen kakao terbesar di Indonesia yakni 70 persen dari total ekspor kakao nasional setiap tahun. Ia berharap kepada pemerintah untuk meningkatkan gerakan peremajaan tanaman dan penguasaan teknologi budidaya yang efektif serta pemberantasan hama PBK. Wakil Kepala Dinas Perkebunan Sulsel, K. Yunus mengatakan, tiga tahun ke depan produksi kakao Sulsel akan meningkat meningkat dua kali lipat dari tahun ini setelah sejumlah sentra produksi kakao seperti Luwu Utara (Lutra), Luwu, Wajo dan Soppeng melakukan peremajaan tanaman. Produktivitas lahan kakao di Luwu Utara tahun lalu adalah satu ton per hektar, diharapkan naik sampai tiga ton/ha pada tahun 2010, katanya dan menambahkan, Luwu Utara diproyeksi memproduksi 220.000 ton kakao tahun 2010 dari areal 55.000 ha. Kabupaten Luwu Utara, sekitar 500 kilometer utara Makassar, merupakan salah satu daerah penghasil kakao terbanyak di Sulsel bahkan terkemuka di Indonesia bahkan dunia setelah pantai Gading, Afrika yang sekarang ini produksi dan mutunya masih lebih bagus dari kakao Sulawesi Selatan.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008