Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum menentukan calon pengganti Menko Perekonomian, Boediono, bila yang bersangkutan disetujui DPR menjadi gubernur Bank Indonesia (BI) menggantikan Burhanuddin Abdullah. Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa di Istana Negara, Jakarta, Rabu, menjelaskan Presiden Yudhoyono masih menunggu keputusan DPR apakah akan menyetujui calon yang diajukan oleh pemerintah atau tidak. "Presiden tidak mau mendahului dan akan mengikuti aturan yang ada. Setelah itu baru ditentukan langkah selanjutnya," kata Hatta, seusai mendampingi Presiden Yudhoyono membuka rapat koordinasi perwakilan RI di luar negeri, Rabu pagi. Hatta juga menolak menyebutkan calon yang disiapkan oleh Presiden apabila Boediono terpilih. DPR sebelumnya telah menolak dua nama yang dicalonkan Presiden sebagai gubernur BI, yakni Agus Martowardojo dan Raden Pardede. Perombakan kabinet Sementara itu, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi mengatakan dimungkinkan adanya "reshuffle" kabinet terbatas, namun masih menunggu petunjuk Presiden. "Tentunya akan ada pengganti. Sulit untuk dirangkap," tambahnya. Sebelumnya, Pemerintah secara resmi telah mengajukan nama Menko Perekonomian Boediono sebagai calon tunggal gubernur BI. "Ini bukan soal tertutup atau terbuka, surat itu sifatnya 'classified' (rahasia, red) diberikan dari Presiden kepada Ketua DPR. Jadi yang buka juga harus yang menerima surat. Tapi kalau Pak Muhaimin (Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar) bilang Boediono, saya konfirmasikan ya," kata Mensesneg Hatta Radjasa di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (1/4). Menurut Hatta, Boediono merupakan calon gubernur BI yang sangat layak. Dari sisi normatif, pencalonan itu tidak dilarang UU, pertimbangan lainnya adalah yang bersangkutan merupakan calon yang terbaik. Hatta mengatakan, Presiden menganggap Boediono calon terbaik setelah memperhatikan masukan dari berbagai pihak, seperti peneliti, mantan gubernur BI, pemred media massa, dan berbagai macam kalangan akademisi. "Setelah masukan dari berbagai macam kalangan sebagaimana dalam UU juga disebutkan, Presiden dapat mendengarkan masukan dari publik. Nah kita anggap dari kalangan pers pemrednya, kampus, pasar modal dapat mewakili publik. Jadi Presiden mendengarkan pendapat-pendapat mereka dan itu dirangkum. Jadi ada tiga hal pada akhirnya yang disimpulkan yaitu integritas, kapabilitas dan akseptibilitas," katanya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008