Jakarta (ANTARA News) - Tokoh prointegrasi Timor Timur, Eurico Guterres, menegaskan, dirinya masih tetap mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), meskipun harus menjalani hukuman penjara selama dua tahun atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Timor Timur pasca Referendum 1999. "Kita buktikan di lapangan, karena hanya bicara saja belum tentu membuktikan bahwa saya mencintai NKRI. Sebelumnya saya telah membuktikan kepada para pejuang integrasi dan saya tetap setia pada Republik Indonesia," katanya di Jakarta, Rabu, pada acara syukuran atas kebebasannya. Acara syukuran atas kebebasan Eurico Guterres tersebut diprakarsai oleh Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Prabowo Subianto. Dalam acara yang dihadiri para simpatisan, aktifis, pengusaha, serta pimpinan HKTI termasuk salah satu ketuanya, Fadli Zon, Eurico menuturkan, ia rela meninggalkan tanah kelahirannya, sanak saudara dan harta, untuk kembali "pulang" ke pangkuan NKRI. Ia berharap, semua pihak menghormati keputusannya. Setelah bebas, Eurico berencana meneruskan kembali kuliahnya di jurusan hukum hingga mendapat gelar sarjana hukum. "Setelah ini saya mau ke Kupang dulu, kemudian balik ke Jakarta untuk menyelesaikan kuliah," katanya. Sementara itu, Prabowo mengatakan, acara tersebut dilakukan sebagai bentuk syukur atas bebasnya Eurico yang telah membela NKRI. "Kita lakukan syukuran sebagai ungkapan terima kasih pada Tuhan. Sesungguhnya rakyat Indonesia mengakui perjuangan Eurico dan menghargainya. Mari kita sambut bebasnya Eurico," katanya. Eurico Guterres menikmati kebebasannya dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang pada Senin (7/4) setelah sempat tertunda karena urusan administrasi. Sejak Senin sore, sekitar 50 pendukung Guterres tampak sudah menunggu pembebasan tokoh prointegrasi Timor-Timur itu di LP Cipinang. Di tengah guyuran hujan, Guterres meninggalkan LP Cipinang. Pada 4 April 2008, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Eurico Guterres, karena ia tidak terbukti melakukan tindak pidana pelanggaran HAM. Keputusan itu menyebutkan, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Oleh karenanya, membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, merehabilitasi namanya serta memberi kompensasi. Namun Kejaksaan Agung sempat menunda eksekusi keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan PK yang diajukan mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) itu dengan alasan pihak Kejaksaan Agung selaku eksekutor belum menerima salinan putusan PK dari MA. Sebelumnya, MA menjatuhkan vonis hukuman penjara selama 10 tahun terhadap Eurico Guterres yang dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana pelanggaran HAM. Putusan yang dibacakan pada 13 Maret 2006 itu sama dengan putusan Pengadilan HAM ad hoc yang bertempat di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 27 November 2002. Guterres dinyatakan bersalah oleh PN Jakpus dalam kasus pelanggaran HAM berat Timtim pasca Referendum 1999 yang dimenangkan kelompok Pro Kemerdekaan dan dijatuhi hukuman 10 tahun. Kemudian Guterres masuk LP Cipinang pada 2006. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008