Brisbane (ANTARA News) - Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta, Kamis pagi, meninggalkan Australia, setelah 35 hari berada di Rumah Sakit Royal Darwin untuk pengobatan lanjutan atas luka tembak akibat serangan pemberontak pada 11 Februari lalu. Jaringan pemberitaan ABC melaporkan, Presiden Ramos Horta kembali ke Dili dengan pesawat sewaan bersama beberapa orang pengawal, dokter pribadi dan wartawan dari media internasional. Ribuan warga Timor Leste dilaporkan berdiri di tepi jalan untuk menyambut kedatangan Horta, yang mengalami dua luka tembak dalam insiden serangan anggota kelompok tentara pembelot pimpinan Alfredo Reinado di Dili 11 Februari lalu. Dalam insiden itu, Reinado tewas bersama seorang pengikutnya. Namun tentara dan polisi Timor Leste dilaporkan masih memburu 16 orang tersangka lain. Presiden Jose Ramos Horta resmi keluar dari RS Royal Darwin pada 19 Maret, setelah mendapat perawatan intensif tim dokter sejak ia dievakuasi dari Dili ke rumah sakit itu pada 11 Februari. Setelah kesehatannnynya membaik, Horta langsung memberi "seruan" untuk rakyat Timor Leste. Ia meminta seluruh rakyat Timor Leste untuk membangun dan menjaga perdamaian dengan meninggalkan aksi kekerasan. Pada 3 Maret lalu, tokoh kelahiran 26 Desember 1949 dan peraih Nobel Perdamaian tahun 1996 itu bahkan sudah memaafkan Alfredo Reinado dan meminta pemerintah mendukung keluarga Reinado. Namun terkait dengan jabatan kepresidenannya, sempat muncul spekulasi bahwa Horta ingin mundur setelah Surat kabar "The Australian" edisi 8 April 2008 menurunkan kutipan hasil wawancaranya dengan Horta. Dalam berita "The Australian" itu dilapotkan ada keinginan Horta untuk tidak menjabat sampai akhir masa jabatannya namun hal itu kemudian dibantah sendiri oleh Horta dalam wawancaranya dengan TV nasional Timor Leste. Timor Leste tidak kunjung keluar dari lingkar kekerasan sejak resmi memisahkan diri pada 20 Mei 2002. Serangan kelompok Alfredo Reinado 11 Februari terhadap Presiden Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao itu menambah panjang rangkaian peristiwa berdarah yang mendera negara kecil tetangga Indonesia dan Australia itu sejak 2006. Pertikaian berdarah di negara itu setidaknya telah menewaskan 37 orang dan mengakibatkan 155 ribu orang mengungsi. Pemerintah Timor Leste bergantung pada bantuan tentara dan polisi asing untuk memulihkan kestabilan. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008