Banjarmasin (ANTARA News) - Peneliti Bekantan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Hadi Sukadi Alikodra mengungkapkan bahwa sekitar 300 ekor bekantan yang hidup di sekitar kawasan pertambangan dan perkebunan sawit di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, sempat mengalami stres akibat kebakaran lahan.

Menurut Alikodra di Banjarmasin, Kamis, bekantan yang sebelumnya hidup di kawasan konservasi dan ekowisata yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Tapin bersama perusahaan tambang PT Antang Gunung Meratus, terpaksa harus mencari rumah baru untuk melanjutkan hidup.

"Pada saat kebakaran lahan, seluruh bekantan yang ada di kawasan konservasi harus lari menyeberang sungai, untuk menyelamatkan diri," katanya.

Pada musim kemarau 2014, kebakaran lahan cukup besar terjadi di kawasan perkebunan sawit, hingga membakar puluhan hektar kawasan konservasi, tempat para bekantan tersebut hidup.

Petugas dari beberapa perusahaan yang ada di sekitar wilayah tersebut, bisa memblok beberapa bagian kawasan, sehingga tidak ikut terbakar, sehingga bisa dimanfaatkan untuk melanjutkan hidup para bekantan.

Saat ini, para bekantan tersebut, kembali hidup dan berkembang biak, di kawasan hutan galam yang ada di sepanjang pinggiran sungai di wilayah Muning, Kabupaten Tapin.

Menyaksikan kondisi bekantan tersebut, Komunitas Jurnalis Pena Hijau Kalimantan Selatan, melakukan kunjungan lapangan ke lokasi Ekowisata Bekantan di Desa Lawahan, Sungai Muning, Tapin.

Kendati hari itu panas cukup terik, beruntung seluruh rombongan masih bisa menyaksikan aktivitas bekantan yang terlihat menikmati daun-daun muda dari pohon galam, yang masih selamat dari kebakaran.

Tidak seperti di daerah lain, Bekantan yang biasanya sulit ditemukan karena sifatnya yang pemalu, di hutan galam di sepanjang Sungai Muning tersebut, para foto grafer dengan leluasa mampu mengabadikan gerak-gerik Bekantan tersebut.

"Mungkin karena habitatnya yang semakin terbatas, sehingga pengunjung lebih mudah menemuinya," kata Alikodra.

Bahkan bila pagi atau sore, pengunjung akan lebih mudah menemukan gerombolan Bekantan tersebut berada dipinggiran sungai, untuk mencari makan.

Peneliti Bekantan dari Universitas Lambung Mangkurat, Profesor Arif Soenjoto mengatakan, kini Bekantan tersebut, juga makan rumput, kemungkinan karena makanan dia berupa daun polantan dan daun galam tidak mencukup lagi.

Mempertahankan keberadaan hewan endemik khas Kalimantan tersebut, Pemkab Tapin bersama PT Antang Gunung Meratus telah menyiapkan lahan untuk konservasi Bekantan.

Bekantan (Nasalis Larvatus) adalah satwa yang tergolong ke dalam ordo Primata. Satwa ini hidup endemik di hutan-hutan di kepulauan Kalimantan.

Dalam rangka melindungi habitat Bekantan, Pemkab Tapin menerbitkan Surat Nomor 188.45/060/KUM/2014 tentang Penetapan Kawasan Bernilai Penting bagi Konservasi Spesies Bekantan.

Deputi Eksternal Affair PT Antang Gunung Meratus (AGM) Budi Karya mengatakan tim pengembangan Ekowisata Bekantan terdiri dari pemerintah daerah, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Lambung Mangkurat (Unlam), WWF dan PT AGM.

"Wilayah Ekowisata Bekantan ini dibangun di lahan seluas 90 hektare di kanal PT AGM, kami harap selain PT AGM, penyelamatan habitat Bekantan juga menggandeng perusahaan lainnya," kata Budi.

Menurut dia, konservasi yang dibalut dengan pengembangan Ekowisata Bekantan merupakan program Corporate Social Responsibility (CSR) PT AGM yang berbasis lingkungan.

"Dari 90 hektare lahan yang disiapkan untuk Ekowisata Bekantan, PT AGM telah menghibahkan atau membebaskan lahan seluas 16 hektare. Untuk lahan sisanya sebesar 74 hektare, kami menggandeng pemerintah daerah dan pihak swasta lainnya," kata Budi.

Upaya pengembangan kawasan Ekowisata tersebut, diharapkan selesai dalam waktu lima hingga enam tahun ke depan, dengan biaya seluruhnya dari PT AGM.

"Owner kami adalah orang yang sangat mencintai binatang, sehingga pembangunan habitat Bekantan ini, akan terus didukung," katanya.

Diungkapkan dia, penelitian terhadap pembentukan kawasan Ekowisata Bekantan di kanal PT AGM dipimpin Prof DR Hadi S Alikodra dibantu pakar Bekantan Prof M Arief Soendjoto.

Ekowisata Bekantan, lanjut dia, bertujuan untuk melindungi keberadaan Bekantan, memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat, serta bisa untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi pemerintah daerah.

Saat ini, kawasan Ekowisata yang terlihat sangat gersang tersebut sedang dalam tahap proses rehabilitasi, atau penghijauan kembali berbagai tanaman yang menjadi makanan Bekantan.

Pewarta: Ulul Maskuriah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015