Kuala Lumpur (ANTARA News) - Sekitar 300 mahasiswa jurusan komunikasi Fakultas Kepemimpinan dan Manajemen Universitas Sains Islam Malaysia (USIM) antusias mengikuti ceramah tentang "Kebebasan Pers di Indonesia" yang disampaikan Direktur Pemberitaan LKBN ANTARA, Aat Surya Safaat, Rabu.

Ceramah yang berlangsung di kampus setempat, Seremban, Negeri Sembilan tersebut, dihadiri langsung oleh Dekan Fakultas Kepemimpinan dan Manajemen Universitas Sains Islam Malaysia, Prof Madya Dr Mohd. Yahya Mohamed Ariffin.

Hadir pula Ketua Jurusan Dakwah dan Program Manajemen Islam, Associate Prof Dr Kamaluddin Nurdin Marjuni dan sejumlah akademisi lainnya.

Ketua Bidang Humas Ormas Mathlaul Anwar tersebut mengawali ceramahnya dengan menanyakan kalau tiba-tiba Perdana Menteri Najib Razak hadir di USIM merupakan sebuah berita atau bukan berita ?. Mahasiswa kemudian menjawab kalau hal tersebut merupakan berita.

"Kalau wartawan tidak memberitakan kunjungan Perdana Menteri Najib Razak maka itu bukan berita. Berita adalah fakta peristiwa atau fakta opini yang dikonstruksi wartawan. Sedangkan sosok Perdana Menteri Najib tetap mempunyai nilai berita," katanya.

Aat mengatakan menulis berita harus berdasarkan fakta bukan berdasarkan rumor, sedangkan berdasarkan pengalaman di Indonesia kebebasan pers ada baik dan buruknya bagi sebuah masyarakat.

"Baiknya sebuah kebebasan pers adalah adanya transparansi dan keterbukaan menyampaikan pendapat, sedangan sisi negatifnya unjuk rasa yang tidak terkendali mengakibatkan ekonomi tidak stabil dan pemberitaan media yang melewati batas seperti pada pemberitaan pada konflik antar suku," katanya.

Aat juga menjelaskan kalau di Indonesia terdapat 12 grup media besar yang memiliki semua chanel baik media cetak, penyiaran dan media online, selain itu di Indonesia juga memiliki dua media publik yakni TVRI dan RRI.

Menurut Aat, kebebasan pers di Indonesia dilindungi UUD 1945 pasal 28, UU Nomer 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, UU Nomer 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomer 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomer 14 Tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik.

Saat tanya jawab salah seorang mahasiswa juga menanyakan tentang pemberitaan ANTARA terkait rencana aksi unjuk rasa (4/11).

Menanggapi hal tersebut, Aat Surya Syafaat berharap agar unjuk rasa berlangsung aman dan damai karena kalau sampai terjadi kerusuhan dan tidak terkendali maka investor tidak akan datang dan wisatawan tidak akan berkunjung ke Indonesia.

"Wartawan harus menjunjung tinggi keragaman. Di Indonesia ada Suku Bugis, Sunda, China dan sebagainya. Pemberitaan harus netral yakni berpihak pada kebenaran. Harus independen, tidak terikat atau tergantung. Kemudian berita harus bersumber dari sumber yang jelas. Harus ada unsur enlightment, educating dan empowerment," katanya.

Pada kesempatan tersebut Aat memberikan motivasi kepada mahasiswa bahwa bidang komunikasi memberi peluang pekerjaan yang banyak baik pada bidang jurnalistik maupun bidang hubungan masyarakat karena itu mahasiswa harus terus berlatih menulis, fotografi, broadcasting dan sebagainya.

Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016