Jakarta (ANTARA News) - KPK melakukan serangkaian kegiatan penghitungan kerugian negara dalam penyidikan tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam dalam persetujuan dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi Sultra 2008-2014.

"Sejak Selasa, tim penyidik bersama BPK melakukan pengecekan fisik lokasi tambang di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Selain itu, kata Febri, tim KPK juga berkoordinasi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Sulawesi Tenggara terkait kebutuhan klarifikasi tim auditor.

"Selain tim BPK, penyidik juga melibatkan ahli lingkungan hidup dari ITB dalam kegiatan cek fisik ini," tuturnya.

Terkait penyidikan perkara tersebut KPK sejak 31 Agustus 2016 hingga 8 Februari 2017 sudah memeriksa total 53 saksi.

"Unsur-unsur saksinya, yaitu dari swasta antara lain PT Billy Indonesia, PT Vale Indonesia, PT Ginovalentino Bali, PT Anugrah Harisma Barakah serta dari advokat, pihak ESDM, PPAT, dan lain-lain," ucap Febri.

Nur Alam sendiri dalam kasus tersebut pernah diperiksa sebagai tersangka pada 24 Oktober 2016.

Sebelumnya, Nur Alam juga pernah mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun Hakim Tunggal I Wayan Karya menolak seluruh permohonan praperadilan Nur Alam yang dibacakan pada 12 Oktober 2016 lalu.

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016, karena diduga melakukan perbutan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi.

Selain itu, mengeluarkan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.

Nur Alam dalam perkara ini disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri.

Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcop 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.

(B020/C004)

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017