Malang (ANTARA News) - Mantan Ketua MPR, Amien Rais, menyatakan bahwa pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sama saja dengan pemerintah telah mengajarkan pengemisan pada masyarakat. "Selain itu, juga ada unsur penghinaan terhadap masyarakat, karena mereka dianggap benar-benar sebagai beban negara yang harus dikasihani," katanya, sebelum memberikan kuliah tamu di kampus III Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Malang, Senin. Padahal, menurut dia, orang-orang asing atau negara-negara lain merasa heran dengan apa yang dilakukan Pemerintah Indonesia dengan membagi-bagi uang pada rakyat miskin, dan sejatinya itu ada unsur penghinaan terhadap mereka. Menurut Amien, sebenarnya masih ada solusi yang lebih santun dan lebih elegan ketimbang hanya membagi-bagikan uang secara tunai, seperti program BLT. Kenapa dana BLT sebesar Rp14 triliun lebih itu digunakan untuk membangun infrastruktur yang bisa membuka lapangan kerja bagi masyarakat. "Saya curiga pemberian BLT ini adalah permainan canggih para penguasa, meski di sisi lain harus mengorbankan popularitas dengan menaikkan harga BBM, karena menurut para penguasa yang terpenting bisa menyelamatkan APBN dan perekonomian bangsa," katanya mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut. Hanya saja, mantan Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah itu mengakui, upaya penguasa dengan memberikan BLT pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) itu, sebuah rencana pemerintah yang sangat canggih. Sebab, rakyat tahunya ketika harga BBM naik, ternyata pemerintah masih menunjukkan kepeduliannya yang artinya pemerintah masih tetap "menyayangi" rakyatnya, sehingga pada Pilpres 2009 mendatang bisa dipilih kembali sebagai presiden. Sementara dalam kuliah tamu bagi mahasiswa dan dosen Unmuh Malang itu, Amien menyatakan, sampai saat ini kondisi Indonesia masih tertinggal dengan Malaysia, India dan Cina, karena mentalnya masih mental "abdi dalem" bagi bangsa asing yang dibuktikan dengan tidak adanya independensi dalam membentuk kabinet. Selain itu, sistem ekonomi yang dipilih juga belum dibenahi, sehingga Indonesia seperti ladang terbuka bagi "kenduriannya" para konglomerat asing yang dibantu konglomerat lokal. "Tidak saja dibidang perekonomian, tetapi aset-aset penting bangsa juga sudah dikuasai asing termasuk Telkom, apalagi sektor pertambangan serta perkebunan yang dikuasai para pemilik modal asing dengan sistem kerja sama yang sangat merugikan posisi Indonesia sebagai pemilik kekayaan alam," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008