Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama (Dirut) PT Adaro Energy Tbk, Boy Garibaldi Thohir, menyatakan bahwa kasus transfer pricing yang dipersoalkan kalangan DPR, tidak akan mengganggu proses go public perseroan, dan optimistis akan mendapat pernyataan efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). "Kami sudah sangat terbuka untuk menjelaskan mengenai kasus trasnfer pricing kepada pihak perpajakan mulai dari Dirjen Pajak, Kanwil Pajak sampai tingkatan yang paling bawah. Selain itu juga kami sudah melakukan mini ekspose kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) maupun Bapepam," kata Dirut Adaro Boy Garibaldi Thohir di Jakarta, Senin. Boy mengatakan kasus transfer pricing yang diduga merugikan pajak negara ini pertama kali muncul pada Oktober 2007. Kasus ini sempat ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) dan akhirnya Kejagung menutup kasus tersebut pada awal 2008. Dalam prospektusnya, Adaro menjelaskan, masalah pajak mereka telah selesai. Seperti halnya Kejagung yang telah menutup kasus tersebut pada awal tahun ini karena kurangnya bukti. Dalam paparan publik Adaro yang berlangsung Senin (26/5), beberapa investor juga sempat mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kasus transfer pricing. Namun Boy menjelaskan, hal itu sudah dijelaskan secara detil kepada pihak pajak, BEI dan Bapepam. "Lagi pula kasus transfer pricing ini merupakan domain dari Dirjen Pajak," katanya. Dia mengemukakan, dalam proses IPO ini perseroan juga telah memberikan penjelasan secara detil kepada beberapa pihak yang menunjang dan membantu proses IPO seperti konsultan hukum, akuntan, penjamin emisi dan lainnya. "Mereka telah memeriksa helai-demi helai keterangan yang kami berikan secara detl itu," ujarnya. Kasus transfer pricing Adaro yang beberapa waktu lalu juga sempat diberitakan sejumlah media massa diduga berawal dari upaya perusahaan itu untuk menghindari pajak penghasilan yang besarnya 45 persen. Melalui perusahaan afiliasinya di Singapura yang ternyata juga dimiliki pemegang saham yang sama dengan Adaro, Coaltrade, perusahaan itu hanya terkena pajak 10 persen. Selain tentunya, Coaltrade mendapatkan keuntungan berlipat ganda karena batu bara yang dibeli dari Adaro dipatok di angka 32 dolar AS per ton. Padahal, di akhir 2007, harga batu bara telah menembus 95 dolar AS per ton. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008