Jakarta (ANTARA News) - PT Pos Indonesia telah menyalurkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 494.196 Rumah Tangga Sasaran (RTS) di 10 kota besar di Indonesia, atau 58,55 persen dari 844.130 RTS di 10 kota itu yang berhak menerima kompensasi akibat kenaikan harga BBM tersebut. "Hingga tadi malam pukul 19.00, pembayaran BLT telah mencapai 58,55 persen. Dana BLT yang dibayarkan sebanyak Rp180.377.362.000," kata Direktur Jasa Keuangan PT Pos Indonesia, Arief Supriyono, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis. Jumpa pers juga dihadiri oleh Menkominfo Muhammad Nuh, Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan Bappenas Bambang Widianto, Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan dan Sekjen Departemen Sosial Ghazali Situmorang. Arief mengatakan secara umum pelaksanaan pembayaran BLT di 10 kota berjalan dengan lancar. Saat ini, lanjutnya, PT Pos dibantu dengan aparat desa sedang memverifikasi data RTS di seluruh wilayah Indonesia. "Kita targetkan pada 15 Juni, seluruh kartu BLT telah dicetak dan telah didistribusikan kepada RTS di seluruh wilayah Indonesia. Akan tetapi ini tergantung kesiapan aparat pemda untuk mendistribusikannya," jelas Arief. Sedangkan Kepala BPS Rusman Heriawan mengatakan sebenarnya data RTS yang digunakan PT Pos untuk membagikan BLT merupakan data yang telah diperbarui BPS dari pelaksanaan pembagian BLT 2005-2006 sampai dengan 31 Mei 2006. "Data tersebut kita perbarui lagi di 1000 kecamatan pendataan program Keluarga Harapan dari Depsos. Data itu kemudian digunakan PT Pos untuk mencetak kartu BLT tahun ini," kata Rusman. Ia menjelaskan data RTS tersebut bukan merupakan data mati, artinya PT Pos bisa memverifikasi ulang sambil membayarkan BLT kepada keluarga RTS. Rusman mengatakan data tersebut juga akan digunakan oleh Departemen Kesehatan untuk menjalankan program Jaminan Kesehatan. "September nanti kita akan melakukan evaluasi penyaluran kartu BLT dan kelayakan penerima BLT tersebut," katanya. BPS juga akan memverifikasi dan melengkapi data RTS dengan meneliti nama kepala keluarga serta anggota keluarganya untuk program Jaminan Kesehatan dari Depkes. Selain itu, BPS juga akan mengubah data RTS dengan mengubah nama penerima BLT dari nama bapak menjadi nama istri keluarga RTS untuk program BLT tahun 2009. "Karena istri lebih memahami makna uang BLT untuk kebutuhan keluarga. Selain itu, kebanyakan yang datang ke kantor pos untuk mengambil BLT adalah kaum perempuan," kata Rusman. Sementara itu, Menkominfo Muhammad Nuh mengatakan pemerintah telah menganalisis kemungkinan yang terjadi apabila subsidi BBM dikurangi dan bila tidak dikurangi. "Bila pemerintah tidak melakukan apa-apa, maka akan terjadi inflasi sekitar 13,2 persen dari hitungan 6,5 persen pada 2008, nilai tukar rupiah berkisar Rp9.600 dan angka kemiskinan menjadi 14,8 - 15 persen," jelas Nuh. Ia menjelaskan bila pemerintah tidak mengurangi subsidi BBM, dampak lebih berat justru terjadi pada 2009 yaitu inflasi diprediksi 14,6 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi berkisar Rp10.000 dan angka kemiskinan menjadi 19,5 persen. Bila pemerintah mengurangi subsidi BBM, lanjutnya, maka diprediksi inflasi hanya 11,2 persen dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi berkisar Rp9.000. "Keuntungan paling besar pada 2009, dimana inflasi 5,8 persen, angka kemiskinan 12,5 persen," tambah Nuh. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008