Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR RI yang pernah menjabat gubernur Riau, Saleh Djasit, dituntut hukuman 4 tahun penjara dalam sidang perkara dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran Provinsi Riau yang digelar di Jakarta, Senin. Tim JPU melalui tuntutan yang dibacakan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi juga meminta majelis hakim menjatuhkan denda Rp200 juta subsider 6 bulan penjara kepada Saleh Djasit. Djasit juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp4,7 miliar. Dari uang pengganti yang seharusnya dibayar itu, Djasit diminta hanya membaya Rp1,51 miliar karena sudah dikurangi dengan Rp90 juta dan 7 unit mobil pemadam senilai Rp3,11 miliar yang disita KPK. "Menyatakan terdakwa Saleh Djasit telah melakukan tindak pidana korupsi seperti diatur dalam pasal 2 ayat (1) UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata JPU KMS Roni. Sebelumnya, tim JPU mendakwa Saleh Djasit telah merugikan negara sekira Rp4,7 miliar dalam perkara dugaan korupsi pengadaan 20 unit mobil pemadam kebakaran di Provinsi Riau pada 2003. Tim JPU yang terdiri dari KMS. A. Roni, Rudi Margono, Ketut Sumedana, dan Hadiyanto juga menyatakan Saleh telah memperkaya orang lain dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran itu. Pada Desember 2002, menurut tim JPU, Saleh menyampaikan nota keuangan draf Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2003 tentang penjabaran anggaran pendapataan, kegiatan, dan proyek APBD tahun anggaran 2003. Nota keuangan tersebut mencantumkan pengadaan tiga unit mobil pemadam kebakaran dengan harga Rp725 juta per unit, tanpa menyebut merk. Ketiga unit mobil tersebut dialokasikan untuk kabupaten Indragiri Hilir, Indragiri Hulu dan Rokan Hilir dengan total anggaran sebesar Rp2,175 miliar. Kemudian, rencana itu berubah dan Saleh memutuskan menambah pengadaan mobil pemadam kebakaran menjadi 26 unit untuk 16 kabupaten dan kota di Riau. Ke-26 unit itu terdiri atas 13 unit tipe Forcer TLF 8/30 seharga Rp800 juta per unit dengan anggaran Rp10,4 miliar dan 13 tipe V80 ASM seharga Rp750 juta per unit dengan anggaran Rp9,88 miliar. Dengan demikian, total anggaran pengadaan 26 unit mobil pemadam kebakaran tersebut menjadi Rp20,28 miliar. Untuk mempercepat waktu pengadaan, menurut tim JPU, Saleh kemudian mengurangi jumlah pengadaan menjadi 20 unit untuk kedua tipe tersebut dengan alokasi dana sekira Rp15,6 miliar, tanpa persetujuan DPRD setempat. Setelah bertemu dengan rekanan tunggal, Hengki Samuel Daud pada 8 Juli 2003, Saleh sekali lagi mengubah rencana pengadaan. Dia memutuskan pengadaan 20 unit mobil pemadam kebakaran dari satu tipe saja, yaitu V.80 ASM. "Hengki samuel Daud dan terdakwa sepakat agar pengadaan mobil satu tipe saja yaitu V.80 ASM yang merupakan produk Hengki Samuel Daud dan meminta agar seluruh kegiatan pengadaan mobil pemadam kebakaran tertuang dalam APBD Provinsi Riau tahun 2003 dilaksanakan sepenuhnya oleh Hengki Samuel Daud selaku Dorektur Utama PT Istana Saranaraya," kata tim JPU dalam surat dakwaan yang dibacakan saat sidang. Kemudian, Saleh memerintahkan Kepala Biro Keuangan Riau H. Nazaruddin untuk membayar Hengki Samuel Daud sebesar Rp15,2 miliar. Padahal, berdasar perhitungan tim tenaga ahli Institut Teknologi Bandung (ITB), harga mobil pemadam kebakaran tipe V80 ASM setara dengan tipe V75 GS, yaitu Rp444.594.454 per unit, sehingga terjadi kelebihan pembayaran yang diklasifikasikan sebagai kerugian negara sekira Rp4,7 miliar. Tim JPU menyatakan telah terjadi aliran uang ke sejumlah orang yang terlibat dalam pengadaan tersebut, yaitu kepada Azwar Wahab sebesar Rp20 juta, Sudirman Ade sebesar Rp45 juta, Chaidir MM sebesar Rp25 juta, dan Hengki Samuel Daud sebesar Rp4,63 miliar. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008