Dar-es-Salam (ANTARA News) - Pengadilan PBB yang mengadili dalang pembasmian etnik 1994 di Rwanda mengatakan bahwa mandatnya telah diperpanjang satu tahun hingga 2009. Pengadilan Pidana Internasional untuk Rwanda (ICTR) diharapkan akan merampungkan semua kasusnya pada akhir tahun ini, dan pekerjaan terakhir dalam semua bandingnya pada akhir tahun 2010. Pengkritiknya termasuk pemerintah Rwanda menuduh pengadilan itu tidak efisien. Pada Selasa, seorang jurubicara ICTR mengatakan Dewan Keamanan PBB telah memperpanjang mandat pengadilan yang bermarkas di Tanzania itu selama satu tahun. "Mandat hakimnya diperpanjang dan juga mandat pengadilannya," kata Timothy Gallimore seperti dilaporkan Reuters. "ICTR sekarang harus menyelesaikan pertama-tama semua pengadilan ini pada 31 Desember 2009 dan semua pengadilan banding pada 31 Desember 2010." Pengadilan itu dibentuk pada 1994 setelah milisi etnik Hutu membunuh sekitar 800.000 orang Tutsi dan Hutu moderat dalam 100 hari pembunuhan besar-besaran di negara kecil di Afrika tengah itu. Hingga sekarang ini pengadilan itu telah memberikan putusan dalam 32 kasus, dan juga telah mengeluarkan putusan dalam dua kasus lain yang menunggu banding. Tigabelas pelarian penting masih bebas berkeliaran termasuk Felicien Kabuga, pengusaha kaya Hutu yang dituduh membiayai milisi, dan Augustin Bizimana, bekas menteri pertahanan. Pemerintah Rwanda menentang perpanjangan mandat pengadilan itu, mengatakan pengadilan itu hanya memberikan sedikit nilai-untuk-uang dan berdalih bahwa semua kasus yang ada telah dikirim ke Kigali. Banding isteri Di Nairobi, Selasa, isteri Kabuga meminta pengadilan tinggi Kenya agar membalikkan perintah untuk membekukan aset pasangan itu di Kenya. Pihak berwenang di negara itu telah membekukan aset Kabuga di Kenya Mei, menuduhnya telah menggunakan kekayaannya untuk menghindari penangkapan, membantu pelarian lainnya dan "banyak sekali campurtangan" dengan saksi ICTR. Dalam surat pernyataan yang diserahkan pada pengadilan tinggi oleh pengacaranya, isteri Kabuga, Josepheni Mukazitoni yang tinggal di Belgia, menyatakan bahwa pemerintah Kenya tidak memiliki hak hukum untuk bertindak atas nama ICTR. Para pejabat Kenya mengatakan Kabuga dan isterinya adalah pemilik, pemegang saham dan direktur di beberapa perusahaan yang tercatat di Kenya dan anak perempuan mereka telah mentrasfer pendapatannya ke sebuah rekenng bank Belgia. Dalam dokumen pengadilan, Mukazitoni menyatakan bahwa semua properti pasangan itu diperoleh secara sah dan bahwa ia akan menderita kesulitan keuangan serius jika perintah (pembekuan aset) itu berlaku. "Saya bergantung pada hasil sewa itu untuk mata pencaharian saya di Belgia, sejak saya menganggur sekarang ini dan pada usia 66 tahun secara praktis tidak dapat bekerja di negara tempat tinggal saya," katanya. Direktur penuntut umum Kenya, Keriako Tobiko, mengatakan ia akan mengusahakan perintah pada Mukazitoni untuk tampil sebagai saksi dan menghadapi pemeriksaan-silang. Penuntut ICTR mengatakan Kabuga acapkali berkunjung ke Kenya dalam beberapa tahun belakangan ini. Namun pemerintah Kenya berulangkali membantah tuduhan bahwa mereka telah lalai dalam kegagalannya untuk menangkapnya. Seorang pengusaha Kenya yang berusaha untuk memikat Kabuga ke rumahnya pada 2003 agar polisi dapat menangkapnya kemudian ditemukan dibunuh. (*)

Copyright © ANTARA 2008