Kupang (ANTARA News) - Presiden Timor Leste, Jose Ramos Horta, diharapkan tidak "tebang pilih" memberikan pengampunan bagi eks milisi Timor Timur (Timtim) yang dihukum atas tuduhan melakukan aksi kekerasan pasca-referendum di bekas provinsi ke-27 RI pada 1999. "Jika langkah pengampunan itu merupakan implementasi dari hasil Komisi Keadilan dan Persatuan (KKP) RI-Timor Leste patutlah diapresiasi. Namun, hal itu harus dilakukan secara menyeluruh dan tuntas tanpa diskriminasi," kata pengamat masalah Timor Leste, Mario Florencio Vieira di Kupang, Rabu. Menurut Australian Broadcasting Corp (ABC) seperti dikutip Reuters, Ramos Horta secara diam-diam membebaskan Joni Marquez, seorang pimpinan milisi yang disebut-sebut bentukan militer Indonesia atas tuduhan membantai sembilan orang dalam gereja, termasuk dua orang biarawati dan seorang pastor pada 1999. Peristiwa itu terjadi tiga minggu setelah rakyat Timor Leste memilih merdeka dari Indonesia melalui sebuah referendum yang didukung PBB. Marquez dibebaskan Mei lalu berkat pengampunan presiden, padahal ia baru menjalani hukuman selama delapan tahun. Akibat keputusannya itu, Horta mendapat kecaman pedas dari Gereja Katolik Timor Leste. Dalam wawancara dengan ABC itu, Presiden Horta mengatakan, ia membela keputusannya mengampuni Marquez, karena tidak adil bagi pria Timor Leste tersebut jika terus dipenjara, sementara tak seorang pun militer Indonesia dimintai pertanggungjawaban atas kekerasan selama masa transisi menuju kemerdekaan Timor Leste. "Kenyataannya bahwa tidak seorang pun di Indonesia, termasuk tokoh-tokoh senior militer yang terlibat langsung atau pun tidak dengan kekerasan yang terjadi 1999, yang akan mendapat hukuman," kata presiden berusia 58 tahun yang lolos dari upaya pembunuhan pada Maret lalu. Joni Marquez sebenarnya dijatuhi hukuman 33 tahun penjara atas berbagai dakwaan sebagai orang yang memerintahkan serangan mematikan itu. Dakwaan terhadapnya antara lain kejahatan terhadap kemanusiaan, juga penyiksaan dan pembunuhan. "Rasanya tidak adil jika saya terus memenjarakan seorang warga Timor Leste yang bertindak atas arahan seseorang yang tidak akan dihukum," ujarnya dalam wawancara itu. Dalam wawancara tersebut, Presiden Horta mengatakan banyak milisi pro-Jakarta melakukan kejahatan karena dicekoki narkoba dan alkohol oleh pihak Indonesia. Mario Vieira mengatakan, jika hasil penyidikan KKP membuktikan adanya tindakan seperti itu, sulit untuk dielakkan. "Semua telah terjadi, dan semuanya itu adalah bagian dari sejarah, di mana saat itu segala upaya dilakukan oleh masing-masing pihak untuk mencapai tujuannya," ujarnya. Oleh karena itu, langkah pengampunan yang diberikan Presiden Timor Leste kepada eks milisi pro-Jakarta hendaknya tiadk bersifat diskriminatif, tetapi harus dilakukan secara menyeluruh dan tuntas agar tidak terkesan "tebang pilih". "Sebagai presiden saya membuat keputusan ini sendiri dengan mengikuti hati nurani, karena sebagai warga Timor Leste saya tahu bahwa kami harus menjawab pertanyaan pada diri sendiri," kata Presiden Ramos. "Menempuh jalan penuh dendam tidak akan membawa kami ke mana pun. Rakyat Timor Leste harus mengatasi masa lalu dengan pengampunan," katanya menambahkan. (*)

Copyright © ANTARA 2008