Borobudur (ANTARA News) - Para seniman sekitar Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengemas pesta perkawinan menjadi prosesi "Pengantin Jathilan". Puluhan seniman Borobudur yang tergabung dalam Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) pimpinan, Umar Khusaeni, di Borobudur, Sabtu (18/10), menggelar pesta yang tampaknya unik untuk merayakan perkawinan pelukis, Ismedi (32) dengan isterinya yang bekerja sebagai petugas analis kesehatan di Rumah Sakit Jiwa "Dr Soeroyo", Kota Magelang, Dwi Endah Setyo Ningrum (30). Mereka mengemas pesta "Pengantin Jathilan" itu dengan prosesi pengantin dari jalan raya sekitar 500 meter timur Candi Borobudur, di depan Galeri Seni dan Budaya "Pondok Tingal", berjalan kaki mengelilingi pondok dengan bangunan yang bernuansa bambu itu. Puluhan anggota keluarga baik dari pihak pengantin laki-laki maupun perempuan, dan para undangan turut dalam prosesi yang juga menjadi tontonan sejumlah wisatawan yang hendak ke Candi Borobudur. Pengantin laki-laki dan perempuan mengenakan pakaian adat Jawa. Ismedi berasal dari Kampung Tingal, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Magelang, sedangkan pengantin perempuan berasal dari Ampel, Kabupaten Boyolali. Mereka telah melakukan ijab pada tanggal 21 Agustus 2008 di Tengaran, Semarang. Sejumlah seniman terlihat membawa kuda kepang, sarana utama tarian "jathilan" dalam prosesi itu sambil menari-nari mengikuti tabungan bertalu-talu musik gong. Pengantin laki-laki menunggang kuda kepang sambil menari-nari diiringi seniman lainnya dengan tabuhan beberapa gong. Seniman Umar mengenakan topeng kayu berbentuk celeng (babi hutan), bertindak sebagai "cucuk lampah" pengantin Ismedi. Pengantin perempuan membawa kuda kepang saat berlangsung acara "panggih" di tengah jalan tersebut. Seniman Agus Merapi menunggang kuda kepang berbentuk "celeng" dan membawa sapu lidi, sebagai "cucuk lampah" pengantin perempuan. Kedua pasangan pengantin diiringi berjalan kaki oleh masing-masing anggota keluarganya. Mereka bertemu di depan pintu masuk Pondok Tingal, beberapa seniman menari-nari sambil menaburkan bunga mawar berwarna merah dan putih. Agus Merapi mengalungkan sehelai kain warna putih di bagian leher pengantin laki-laki dan perempuan sehingga terlihat mereka menjadi simbol satu ikatan. Prosesi dilanjutkan dengan berjalan kaki mengelilingi kompleks Pondok Tingal. Kedua pasangan orang tua pengantin masing-masing Muhajir (72)-Karyati (69), orang tua Ismedi, dan Kalijo Siswo Atmojo (58)-Muspariyah (55), orang tua Ningrum, turut dalam prosesi itu dengan mengenakan pakaian adat Jawa. Puluhan siswa sekolah dasar yang hendak mengunjungi Museum Wayang Budiarjo di dalam kompleks Pondok Tingal itu selama beberapa saat menyaksikan prosesi di halaman pendopo pondok yang dibangun oleh almarhum mantan menteri penerangan pada era pemerintahan Orde Baru, Budiarjo. Halaman pendopo dikemas secara estetis antara lain dihiasi dengan properti payung "songsong" dari kertas berwarna hitam dengan berbagai tulisan berhuruf Jawa, di beberapa tempat juga dipasangi properti kuda kepang. Sebuah pelaminan dari batu dengan properti songsong, klaras (daun pohon pisang yang sudah kering) dan hiasan bunga taman, ditempatkan di bawah pohon munggur di halaman pendopo itu. Sepasang pengantin duduk di pelaminan itu disusul dengan performance Agus Merapi dengan Umar yang tampaknya menggambarkan kekuatan kebaikan dan kejahatan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008