Bint Jbeil, Lebanon (ANTARA News) - Seperti halnya warga Amerika Lebanon lainnya yang tinggal di benteng pertahanan Hizbullah di Bin Jbeil, Hussein al-Sayyed mengatakan, menyukai gaya hidup orang-orang Amerika dan mengatakan bahwa dia berencana akan memberikan suaranya kepada Barack Obama. Pada Juli dan Agustus 2006, kota Lebanon selatan Bint Jbeil yang terletak di dekat perbatasan menjadi tempat pertempuran sengit antara kelompok militan Hizbullah dan tentara Israel, yang dikenal dengan perang 34 hari yang menelan banyak korban. Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan itu Israel menganggap Hizbullah adalah organisasi teroris yang bertanggungjawab terhadap banyak serangan terhadap orang-orang Barat dan Israel. "Saya akan memilih Obama, itu pasti," kata Sayyed, seorang Muslim Syi'ah berumur 48 tahun pemilik restoran dan pengagum almarhum pemimpin Iran, Ayatollah Khomeini, kepada AFP menjelang pemilihan presiden AS Selasa. Presiden AS George W. Bush yang akan lewat banyak dibenci di Bin Jbeil, di mana banyak penduduknya percaya bahwa pemerintahan partai Republiknya menopang Israel dengan bom-bom berpemandu laser yang menghancurkan banyak kota mereka pada perang 2006. Meskipun banyak yang setuju dengan sebutan Khomeini mengenai AS sebagai 'Setan Besar' namun mereka juga mengagumi Amerika dan berterimakasih atas kenikmatan hidup yang telah mereka berikan. "Saya tidak menentang Amerika, tapi saya menentang kebijakan-kebijakan Bush," kata Sayyed. yang seperti banyak rekannya berimigrasi ke AS untuk meninggalkan kemelaratan dan pecahnya aksi kekerasan di Timur Tengah. Sayyed bekerja dan tinggal di New York selama tiga dasawarsa. Pada tahun 2000, ketika Israel menarik mundur pasukannya dari Lebanon selatan setelah melakukan pendudukan selama 22 tahun, dia membuka restorannya dan menamai restoran tersebut 'Al Tahrir' yang berarti Kebebasan dalam bahasa Arab. "Saya tidak ada apa-apanya tanpa AS. Saya tidak akan bisa membangun restoran ini," katanya. Ia juga memajang potret Khomeini di dinding restorannya. "Di AS hak-hak anda dijamin dan kebebasan menyatakan pendapat anda dihormati," katanya ayah dari enam anak itu. Semua anaknya mempunyai kewarganegaraan ganda. Menurut Biro Sensus AS, sedikitnya 3,5 juta warga Amerika yang berasal dari keturunan Arab, dengan kelompok terbesar warga Amerika Lebanon yakni 39 persen, dan terkonsentrasi di negara bagian Michigan. Ali Berri, yang mengelola pasar-swalayan di Detroit, ibukota Michigan, juga berencana memilih kandidat dari Demokrat itu. "Obama hanya satu-satunya yang paling berharga," kata Berri, yang sedang berlibur di kota asalnya di Tebnine, di dekat Bint Jbeil, pada musim berburu. Para pejabat kotapraja di Tebnine mengatakan, kota tersebut praktis seperti padang pasir pada musim dingin karena banyak penduduk yang memilih tinggal di AS. "Ayah Obama adalah Muslim dan berkulit hitam, karena itu dia akan memahami wilayah ini lebih baik dan akan kurang arogan dibanding kandidat Republik John McCain," kata Berri, yang juga seorang Syi'ah. "Saya mengagumi Amerika karena Amerika negara yang bebas," kata lelaki berumur 60 tahun itu menambahkan. Nehma Hanna, seorang Kristen, yang tinggal di New York selama 20 tahun sebelum kembali ke Bint Jbeil untuk bekerja di bidang bangunan berpendapat lain lagi. "Orang Amerika sangat baik. Saya kira masyarakatnya tidak pecah gara-gara pemilihan presiden," kata Hanna. Ia sendiri cenderung tidak memilih. Sementara itu, sejumlah orang lainnya mengatakan kepada AFP bahwa mereka berencana akan kembali ke AS untuk memberikan suaranya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008