Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Lemhanas, Muladi, berpendapat mantan Wakil Presiden (alm) Adam Malik bukanlah agen Dinas Rahasia Amerika Serikat (CIA) sebagaimana yang ditulis dalam buku "Membongkar Kegagalan CIA".

"Menurut saya, dia bukan agen AS," kata Muladi di Jakarta, Selasa, seusai seminar bertajuk "Pemilu 2009: Konsolidasi Demokrasi dan Transformasi Kepemimpinan Nasional" yang diselenggarakan dalam rangka HUT ke-9 The Habibie Center (THC).

Sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan tidak percaya dan tidak mungkin Adam Malik menjadi agen CIA seperti tertulis dalam buku karya Tim Weiner yang diterbitkan The New York Times tersebut.

Muladi yang juga Ketua Dewan Pengurus THC mengatakan, Adam Malik ketika itu memang merupakan salah satu orang yang menentang keras keberadaan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Menurut dia, bisa saja pejabat AS ketika itu melakukan dialog dengan Adam Malik lalu mengambil kesimpulan sendiri bahwa Adam Malik "dianggap" sudah bisa dipengaruhi pikirannya.

"Sehingga seolah-olah dianggap sebagai agen informal, padahal tidak begitu. Substansinya kan Adam Malik dianggap berpikiran sama (dengan AS) untuk menghadapi PKI ketika itu," katanya.

Muladi menambahkan, tuduhan bahwa Adam Malik adalah agen CIA harus dibuktikan.

"Saya yakin itu akan sulit membuktikannya, apalagi Pak Adam Malik sudah meninggal dunia. Anggap saja kasus itu diskursus yang tidak bisa dibuktikan," katanya.

Ketika ditanya apakah pemerintah perlu meminta klarifikasi resmi kepada pihak AS, Muladi mengatakan hal itu bisa saja dilakukan, namun tidak perlu terlalu agresif.

Mengenai buku "Membongkar Kegagalan CIA" karya Tim Weiner yang diterbitkan The New York Times, Muladi mengatakan pemerintah tidak mungkin melarang beredarnya buku tersebut karena menyangkut kebebasan berekspresi.

"Dilarang pun orang bisa cari di luar negeri atau di internet," katanya.

Habibie enggan berkomentar

Sementara itu, di tempat yang sama, mantan Presiden BJ Habibie menolak berkomentar mengenai masalah tersebut.

"Saya tidak bisa menanggapi dan tidak akan menanggapi. Masa bodoh wartawan mana, di AS atau Kutub Utara. Saya hanya pikirkan masyarakat sekitar saya," tegasnya.

Habibie juga menegaskan bahwa dirinya tidak ingin menilai buku itu salah atau tidak.

"Tetapi saya tidak ingin membenarkan kalau kita selalu berorientasi pada komentar orang yang bukan masyarakat Indonesia. Saya ingin mendahulukan komentar masyarakat kita, bukan keterangan orang lain (luar negeri)," katanya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008