Jambi (ANTARA News) - Kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang banyak mengeluarkan izin kuasa pertambangan di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) semakin memperparah kerusakan lingkungan, karena kurangnya pengawasan.

"Hingga kini ada sekitar 200 izin kuasa pertambangan (KP) yang dikeluarkan pemerintah di daerah itu, belum lagi kegiatan pertambangan batu bara illegal, membuat ancaman kerusakan lingkungan di Kaltim cukup tinggi," kata anggota Komisi II DPRD Kaltim, Paindoan Sirait di Jambi, Kamis.

Sirait menjelaskan hal itu setibanya di bandara Sultan Thaha Jambi bersama rombongan Komisi II DPRD Kaltim yang melakukan studi banding ke daerah ini (27-28 November 2008).

Ancaman kerusakan lingkungan di Kalim selama ini cukup tinggi akibat kerusakan hutan, kini kian diperparah lagi dengan tidak terkendalinya kegiatan tambang batu bara.

Kaltim kini beralih ke batu bara, sebab produksi kayu saat ini semakin berkurang akibat pembalakan liar.

Pertambangan batu bara itu baik legal maupun ilegal kurang pengawasan, sehingga reklamasi yang menjadi kewajiban perusahaan tambang tidak dilaksanakan baik.

"Kalau pun ada reklamasi, tetapi asal-asalan, sehingga membuat erosi di Kaltim makin parah. Contohnya sebentar saja hujan turun, sejumlah kota, termasuk Kota Samarinda langsung dilanda banjir akibat meluapnya air sungai," kata Sirait, juga pensiunan PNS Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim itu.

DPRD Katim, telah meminta pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di daerah itu, untuk menghentikan penerbitan izin-izin KP skala kecil kecil (seluas 200 Ha).

"Kami telah meminta kepada pemerintah pusat dan daerah agar tidak memberikan izin KP kepada perusahaan yang tidak mematuhi ketentuan atau tidak peduli lingkungan. Saran kami (DPRD Kaltim) agar pemerintah memasukkan perusahaan besar yang berpengalaman di bidang pertambangan batu bara," tambahnya.

Sirait menjelaskan, hanya dua kabupaten di Kaltim yang tidak melakukan ekplorasi tambang batu bara yakni Tarakan dan Balikpapan, selebihnya marak tambang batu bara, terutama yang terbesar di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008