<b>Oleh Adi Lazuardi</b>


Kuala Lumpur (ANTARA News) - Nirmala Bonat boleh dibilang hidup bagai "di penjara" selama empat tahun. Dari hari ke hari hampir empat tahun, ia harus hidup dan bertahan di shelter KBRI Kuala Lumpur yang tidak ubahnya seperti penjara.

Sejak kasus penyiksaan pembantu asal Flores ini muncul Mei 2004, ia harus hidup di shelter untuk menanti keadilan. Menunggu proses pengadilan di Kuala Lumpur yang ternyata perlu waktu lebih dari empat tahun.

Nirmala memang harus menunggu di shelter KBRI karena pengadilan perlu kehadiran dia. Sejak 28 September 2008 saat sidang pengadilan kasus ini dimulai, Nirmala terus diminta hadir dan dimintai keterangan oleh pengadilan hingga Januari 2008.

Setelah pengadilan memutuskan menerima empat tuduhan jaksa dan menyatakan bahwa tuduhan itu terbukti, Januari 2008, barulah majikan diberikan kesempatan membela diri. Pengadilan Kuala Lumpur memberikan kembali paspor Nirmala Bonat.

"Nirmala memang harus tinggal di shelter sambil menanti kasusnya selesai di pengadilan Kuala Lumpur. Tapi selama empat tahun itu, ada beberapa kali Nirmala kembali ke kampung halaman. Kami khawatir dia kembali ke kampung halaman kemudian tidak mau balik ke Kuala Lumpur padahal sidangnya memerlukan dia," kata wakil Dubes Tatang B Razak.

Hidup di shelter memang tidak menyenangkan. Ruangnya tidak besar dan harus hidup dengan puluhan hingga seratus orang, sesama pembantu, dengan berbagai macam problematika. Sehingga pembantu rumah tangga asal Flores itu sempat stress dan marah hingga memecahkan sebuah kaca karena ingin pulang, rindu kampung halaman.

Kisah sedih penantian Nirmala ini terbukti menjadi penyebab banyaknya PRT (pembantu rumah tangga) Indonesia yang memilih jalan damai, menerima ganti rugi, dan tidak mau menyelesaikan kasus penyiksaan oleh majikan lewat jalur hukum.

Harus diakui Nirmala menerima banyak uang (sumbangan) atas kasus itu. Kabarnya, ia menerima sekitar 60.000 ringgit (sekitar Rp180 juta) dari berbagai simpatisan, warga Malaysia dan Indonesia. Walaupun nilai itu tidak ada artinya bagi siksaan fisik dimana dadanya disterika, badannya disiram air panas hingga pada melepuh, kepalanya dipukul hanger, serta luka psikologis dan harga diri bangsa Indonesia.

Kaget menerima uang sebesar itu dan kurang mampu mengelolanya, Nirmala terpaksa bekerja di kantin KBRI kemudian jadi staf imigrasi KBRI untuk mendapat sedikit uang dan mengisi waktu.

Di sisi lain, majikan Nirmala Bonat, Yim Pek Ha, memang sempat ditahan di penjara kantor polisi selama sekitar satu minggu, tapi kemudian dibebaskan dari tahanan dengan alasan sedang mengasuh anak bayinya. Selama empat tahun, ia hidup normal di kondomuniumnya di Villa Putra Kuala Lumpur.

Mantan pramugari itu selalu tampil di pengadilan Kuala Lumpur dengan meyakinkan dan seolah-olah tidak ada apa-apa yang terjadi. Bahkan beberapa warga Indonesia yang tinggal satu kondomunium dengannya, atau tinggal di Kuala Lumpur dan mengenali wajah Pek Ha, bertemu di shopping mall sedang belanja.



<b>18 Tahun</b>

Penantian Nirmala Bonat mencari keadilan akhirnya dibalas dengan keputusan hakim pengadilan negeri (rendah) Kuala Lumpur Akhtar Tahir berikan vonis 18 tahun penjara kepada majikannya.

"Yim Pek Ha mulai hari ini kamu harus menjalani penjara 18 tahun," kata Akhtar Tahir.

Mantan pramugari yang menggunakan baju putih langsung menangis dan hampir jatuh dari bangku terdakwa. Sepanjang hari itu, ia selalu menangis tidak kuasa menahan perasaan sedih, terbayang hidup di penjara lama ketika mendengar satu persatu hakim membacakan kesalahannya.

Hakim menyatakan bahwa majikan Nirmala Bonat telah membuat tiga kesalahan, yakni menyiksa pembantu dengan menyetrika badan Nirmala, menyiram air panas, dan memukul dengan hanger (gantungan baju) hingga menimbulkan luka parah dan sadis pada tubuh pembantunya.

Hakim menolak tuduhan penyiksaan dengan menggunakan cawan besi.

Hakim menolak alasan Yim Pek Ha dan pengacaranya bahwa luka-luka itu adalah perbuatan Nirmala sendiri karena dinilai kurang waras. Hakim menolak alasan itu karena ada luka-luka badan yang tidak bisa disentuh oleh tangan Nirmala sendiri, ketika di luar tahanan Nirmala juga sehat dan tambah gemuk tidak ada tanda-tanda melukai diri sendiri, dan jika sering melukai sendiri kenapa tidak dikembalikan ke agensinya, lapor polisi atau dibawa ke dokter.

Usai sidang, Pek Ha, suaminya Ik Ting dan dua anak lelakinya diam seribu bahasa. Tidak mau memberikan komentar kepada para wartawan.

Polisi langsung membawa majikan Nirmala ke mobil tahanan untuk menjalani hukuman penjara selama 18 tahun mulai hari itu.

Pengacaranya Akbardin Abdul Kader mengatakan akan mengajukan banding dan memohon tahanan luar bagi kliennya.

"Hukuman yang dijatuhkan hakim terlalu berat yakni penjara selama 18 tahun, sementara dia harus mengasuh empat anak dan yang paling kecil berusia baru empat tahun. Apalagi ini hanya kasus penyiksaan. Pembantu Indonesia membunuh majikan saja dihukum delapan tahun," katanya.

Tapi hakim enggan melayani permohonan tahanan luar. Ia mengatakan pembicaraan soal itu baru bisa dilakukan setelah resmi diajukan banding.

Jaksa penuntut umum, Raja Rozela Raja Toran memohon pula kepada hakim untuk mempertimbangkan niat Nirmala bekerja dan datang ke Malaysia untuk mencari rezeki yang berakhir dengan tragedi.

"Walau luka-luka pada badan gadis yang berasal dari Nusa Tenggara Timur, Kupang, Indonesia itu telah sembuh sepenuhnya, namun ingatan pahit getirnya akibat disiksa oleh tertuduh akan menghantuinya seumur hidup," ujar Raja Rozela.

Seorang staf Satgas perlindungan dan pelayanan WNI di KBRI, Selamet, menilai keputusan hakim itu merupakan hal yang wajar dan setimpal.

"Saya menilai wajar dan setimpal atas keputusan hakim walaupun hukuman yang diberikan jauh dari perkiraan kami. Mungkin hakim mempertimbangkan unsur kemanusian, keadilan dan kepentingan umum karena kasus ini telah menarik perhatian rakyat dua negara," katanya.

Sebelumnya, diperkirakan hukumannya antara 5 - 10 tahun penjara.

Pengacara independen Nirmala Bonat, Kafi Mani, mengatakan setelah keputusan hakim jelas atas kasus ini, ia atas nama kliennya akan mengajukan ganti rugi materi atas penyiksaan majikan Nirmala kepada pembantunya ke pengadilan perdata.

Nilai kerugian yang akan dituntut masih akan dihitung kembali, tapi yang pasti majikan Nirmala itu sudah membayar mahal pengacara tenar Jagjit Singh dan Akbardin (mantan hakim).

Nirmala sendiri tidak hadir pada sidang yang menentukan sepanjang hidupnya.

Menurut staf penerangan KBRI, Shanti, Nirmala sudah kembali ke kampung halaman sejak januari 2008. Kini ia sudah bekerja lagi di kampung halamannya dan itu merupakan jalan terbaik baginya untuk melupakan masa silamnya.

Penantian Nirmala selama empat tahun bagai "dipenjara" di shelter KBRI dibalas dengan penjara 18 tahun bagi majikannya yang telah menyiksa secara sadis. (*)

Copyright © ANTARA 2008