Mumbai, (ANTARA News) - Ketika Mumbai muncul dari kabut keterkejutan dan kesedihan yang menggantung di kota itu sejak serangan teror pada pekan lalu, para wargakota mengarahkan telunjuk kemarahan mereka pada para pemimpin mereka dan media. Dengan spontan mereka berkumpul dekat pelabuhan Gerbang India dengan suaranya yang hiruk pikuk, setelah memperoleh pesan singkat yang menyerukan para penduduk Mumbai untuk "mengatakan kepada para pemimpin dan politisi bahwa mereka menginginkan keselamatan."    Halaman koran penuh dengan tuduh-menuduh terhadap "lemahnya sistem politik" dan menanyakan "Berapa banyak jiwa lagi yang harus melayang sebelum pemerintah bertindak?"     Belasan saluran berita televisi juga mendapat kritikan karena menyiarkan peristiwa tersebut selama 24 jam, sehubungan mereka harus bersaing sengit dengan sesama saluran televisi untuk menyuguhkan berita kepada pemirsa selengkap mungkin dan tak mau ketinggalan detik-detik penting dalam drama penyanderaan tersebut. Paling tidak 188 orang tewas dan lebih dari 300 lainnya luka-luka ketika 10 pria bersenjata lengkap melancarkan serangan terkoordinasi pada Rabu larut malam di seluruh kota itu, termasuk dua hotel mewah dan sebuah pusat kebudayaan Yahudi. Politisi mendapat kecaman karena dinilai lambat memberikan tanggapan terhadap serangan itu, dan gagal bertindak, padahal mereka kabarnya memperoleh informasi lengkap dari intelijen AS mengenai saat dan sifat serangan itu. Serangan para militan itu bukan hal baru bagi India, namun penduduk Mumbai menyatakan kota mereka tidak siap dan kekurangan sumberdaya untuk menghadapi serangan  yang datang. "Kami selalu menjadi target, namun kali ini mereka betul-betul menghantam kami dengan keras," kata H. Jehangir, seorang penjaga toko dekat Hotel Taj Mahal, salah satu sasaran serangan para militan.      Tak layak memimpin Eksekutif hotel Samit Hede menyatakan "Sistem keamanan telah gagal. Kami semua tahu bahwa tak ada satupun pemerintah yang dapat mencegah serangan teroris yang disiapkan dengan seksama, namun para politisi kami tak bertanggungjawab."    "Saya merasa sedih, dan saya marah pada para politisi kami yang begitu tak layak. Kami telah diserang beberapa kali dalam 10 tahun terakhir," kata Zeenat, wanita berusia 34 tahun, sambil meletakkan lilin dan mawar merah di batu paras merah Gerbang India yang berseberangan dengan Hotel Taj Mahal. "Mereka sangat tidak layak, hanya memikirkan uang saja, tidak menghiraukan rakyat India," ujar Zeenat kepada AFP. Beberapa pemimpin sudah mengundurkan diri. Menteri Dalam Negeri Shivraj Patil mundur Minggu. RR Patil, Wakil Menteri Besar Maharashtra, mengikuti jejaknya sehari sesudahnya.  (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008