Meskipun kami masih belum tahu seberapa mematikan virus baru itu, perasaan saya saat ini adalah bahwa pasar tidak menganggapnya separah SARS
Tokyo (ANTARA) - Yen menguat sementara yuan melemah di perdagangan Asia pada Rabu pagi, karena investor mencoba untuk menilai risiko wabah virus korona baru di China, apakah mengganggu ekonomi negara itu dan mitra dagangnya.

Virus yang menyebabkan jenis pneumonia telah menyebar ke kota-kota termasuk Beijing dan Shanghai ketika jumlah pasien di China lebih dari tiga kali lipat. Lebih banyak kasus juga dilaporkan di luar China, termasuk Amerika Serikat.

Terhadap yen, dolar AS merosot menjadi 109,86 yen dari tertinggi pada Selasa (21/1/2020) di 110,23 yen.

Yuan di luar negeri kehilangan 0,6 persen pada Selasa (21/1/2020), penurunan terbesar dalam lebih dari sebulan, dan terakhir berdiri di 6.9100 yuan per dolar AS.

Dolar Australia, sering digunakan sebagai taruhan proksi pada ekonomi China, diambil 0,6844 dolar AS, mendekati level terendah dalam 10 minggu.

Berita tentang virus corona membangkitkan ingatan akan wabah Sindrom Pernafasan Akut (SARS) 2002/03 yang menewaskan hampir 800 orang di seluruh dunia dan menyebabkan penurunan tajam dalam pariwisata di Asia.

Baca juga: Gara-gara virus China, yuan melemah dan mata uang "safe-haven" menguat

“Perbandingan yang jelas dilakukan orang adalah dengan SARS. Meskipun kami masih belum tahu seberapa mematikan virus baru itu, perasaan saya saat ini adalah bahwa pasar tidak menganggapnya separah SARS," kata Kyosuke Suzuki, direktur mata uang di Societe Generale di Tokyo.

“Saat itu, hampir setiap perusahaan melarang perjalanan ke Hong Kong. Kami belum melihat reaksi semacam itu," katanya.

Tohru Sasaki, kepala riset pasar Jepang di JPMorgan, mengatakan bahwa sementara wabah SARS menyebabkan kemerosotan ekonomi besar-besaran di Hong Kong dan Singapura selama sekitar delapan minggu melalui penurunan pariwisata, pandemi tersebut berdampak terbatas pada rantai pasokan di Asia.

“Jika virus terbaru mencapai tingkat yang sama, beberapa ekonomi seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia, dapat terkena dampak negatif oleh penurunan dalam pariwisata. Tetapi dampak jangka panjangnya pada ekonomi global dan pasar mata uang akan terbatas,” katanya.

Euro berdiri di 1,1083 dolar AS, setelah sedikit turun pada Selasa (21/1/2020).

Sterling diperdagangkan pada 1,3050 dolar AS, setelah naik pada Selasa (21/1/2020) setelah data menunjukkan ekonomi Inggris menciptakan lapangan kerja pada tingkat terkuat dalam hampir satu tahun dalam tiga bulan hingga November.

Data yang kuat sedikit merusak harapan penurunan suku bunga oleh sentral Inggris (BOE) pada akhir bulan ini, meskipun pasar masih memperkirakan sekitar 60 persen kemungkinan penurunan 0,25 poin persentase.

Baca juga: Wall Street ditutup jatuh saat virus China mencapai Amerika Serikat

Baca juga: Harga minyak turun, tertekan permintaan dan krisis minyak Libya

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020