Bandung, (ANTARA News) - Sistem kompetisi olah raga nasional (PON) harus berbasis pembatasan usia guna membantu pencarian bibit potensial sebagaimana tujuan penyelenggaraan pesta olah raga tersebut. "Melalui PON berbasis pembatasan usia akan mampu mengikis sistem pembinaan potong kompas, memindahkan atlet atau mutasi," kata teknokrat olah raga dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Dr Amung Ma'mun MPd di Bandung, Sabtu. Dia mengatakan basis tersebut akan menggairahkan pembinaan atlet muda sehingga Indonesia akan memiliki banyak olahragawan Indonesia. Amung yang juga Dekan FPOK UPI Bandung mengatakan pembaruan sistem kompetisi "multi event" seperti PON harus berorientasi pada sistem Olimpiade, Asian Games maupun SEA Games. "Cabang olah raga dan nomor yang dipertandingkan harus berorientasikan 'event' internasional, bila tidak, 'event' olahraga nasional hanya akan dipandang sebagai pentas belaka," katanya. Ia menyebutkan ketidaktepatan sistem kompetisi olahraga nasional adalah terabaikannya sistem pembinaan olahraga di daerah. Menurut Amung, penurunan penurunan prestasi olahraga di pentas internasional seperti pada Olympiade, Asian Games hingga SEA Games merupakan akibat ketidaktepatan membangun sistem kompetisi "multi event" olahraga nasional. Pembaruan "multi event" olahraga nasional tidak hanya berorientasi pada pengurangan cabang olahraga dan nomor pertandingan, namun juga batasan usia. Tujuan dari pembatasan usia adalah mencari bibit potensial sekaligus mengacu pada batas usia optimal peningkatan prestasi seorang atlet. Beberapa cabang olahraga (cabor) sudah menerapkan pembatasan usia seperti bola voli, sepak bola dan basket. "Cabor perlu jeli melihat potensi dan usia emas atlet masing-masing, kisarannya pada usia 21-27 tahun," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008