Yogyakarta (ANTARA News) - Hasil survei Cakrawala Nusantara (CN) Consultant pada 17-21 Februari, menyatakan bahwa saat ini Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X dengan Hidayat Nur Wahid menjadi pasangan dengan elektabilitas tertinggi sebagai calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2009.

"Pasangan itu memperoleh persentase 26,21 persen dibanding dua pasangan lain yang juga memiliki persentase besar," kata Direktur Utama CN Consultant, Budi Santoso, di Yogyakarta, Kamis.

Ia mengatakan dua pasangan lain yang juga memiliki elektabilitas tinggi adalah Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (20,32 persen) dan Megawati Soekarnoputri-HB X (17,67 persen).

Pada survei sebelumnya yang dilakukan pada 25 Oktober-2 November mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu pasangan HB X-Hidayat Nur Wahid memiliki elektabilitas tertinggi sebesar 22,63 persen, disusul Megawati-HB X (13,24 persen) dan pasangan SBY-JK (11,64 persen).

Menilik hasil tersebut, pasangan SBY-JK mengalami peningkatan elektabilitas tertinggi dibanding kedua pasangan lainnya.

"Dari hasil survei juga dapat dianalisis bahwa pasangan ideal untuk SBY adalah JK dan pasangan ideal HB X adalah Hidayat," kata Budi.

Sementara itu, dari faktor kepopuleran untuk menjadi capres adalah SBY dengan 42,73 persen, disusul HB X (33,91 persen) dan Megawati (15,22 persen), sedangkan tokoh terpopuler untuk menjadi wapres adalah HB X (38,76 persen), JK (27,54 persen) dan Hidayat (9,30 persen).

"Tetapi antara kepopuleran dengan elektabilitas tidak memiliki hubungan linear, terbukti dari SBY yang lebih populer daripada HB X tetapi saat pemilihan pasangan capres dan cawapres, HB X dengan Hidayat unggul dibanding SBY," katanya.

Pemilihan pasangan, kata Budi, menjadi hal yang paling krusial saat seseorang maju dalam pemilihan capres dan cawapres, selain kendaraan politik yang kuat dan sosialisasi yang intensif.

Dalam survei tersebut juga muncul sebuah fenomena yang menarik, yaitu alasan pemilihan responden untuk Prabowo Subianto yang dianggap sebagai sosok yang mampu mewakili pembaruan.

"Alasan sebagai tokoh pembaruan hanya muncul saat responden memilih Prabowo. Isu ini sebenarnya bisa diangkat oleh calon lain sebagai pencitraan diri," ujarnya.

Survei yang melibatkan 1.065 responden tersebut dilakukan dengan metode kuesioner secara tatap muka dengan sebaran responden di Sleman 28 persen, Bantul 26 persen, Gunung Kidul 21 persen, Kulon Progo 13 persen dan Kota Yogyakarta 12 persen. (*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009