Gorontalo (ANTARA News) - Meski telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo, namun Gubernur Gorontalo, Fadel Muhammad membantah hal tersebut.

"Tidak benar saya tersangka,. Kemarin saya ke Kejati bukan diperiksa, tapi hanya untuk memberikan informasi yang berhubungan dengan kasus Rp5,4 miliar pada tahun 2001," kata Fadel yang dicegat wartawan seusai menyerahkan Surat Pajak Tahunan (SPT) di Kantor Pelayanan Pajak Gorontalo, Rabu siang.

Menurut dia, penetapan dirinya sebagai tersangka yang dilontarkan oleh kejaksaan hanya bersifat politis, sehingga gubernur dua periode itu tak akan mengindahkannya.

"Bisa saja ini dilakukan hanya untuk mempersulit saya ke depan, tapi saya tidak merasa tuh korupsi apalagi jadi tersangka," tukasnya.

Tak hanya itu, Fadel yang tiga hari terakhir terkesan enggan bertemu wartawan di Gorontalo itu juga mengatakan bahwa Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Amir Piola Isa yang sebelumnya menjadi terdakwa bahkan telah bebas dari tuntutan hukum.

Fadel menambahkan, butir keempat dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) penggunaan dana mobilisasi 5,4 miliar rupiah itu, Gubernur tidak bertanggungjawab terhadap uang tersebut bila dikemudian hari ada masalah.

Sementara itu, pihak Kejati Gorontalo bersikukuh bahwa Fadel telah ditetapkan sebagai tersangka dan diperiksa pertama kalinya pada Selasa (24/3).

"Kalau pak Fadel menyangkal itu urusan dia, kami hanya menjalankan perintah untuk memeriksanya sebagai tersangka setelah Surat Izin Presiden keluar," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Gorontalo, Andi Mohamad Taufik.

Pada 2005 Ketua DPRD Provinsi Gorontalo Amir Piola telah divonis 1,5 tahun penjara dalam perkara korupsi dana APBD sebesar Rp 5,4 miliar tersebut karena dianggap bertanggung jawab dalam penggunaan bantuan dana mobilitas sewaktu menjabat sebagai Ketua DPRD periode 2001-2004.

Amir yang kemudian terpilih lagi menjadi Ketua DPRD periode 2005-2009 tersebut, hingga kini belum dieksekusi karena masih menunggu putusan di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung RI.

Dalam kasus tersebut, Amir diduga bersama Fadel membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 112 Tahun 2002 dan No 16 Tahun 2002, di mana kedua SKB itu terbit tanpa adanya rapat paripurna atau rapat pimpinan sehingga bertentangan dengan Keputusan DPRD Gorontalo Nomor 3 Tahun 2001 tentang Tata Tertib.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009