Gorontalo (ANTARA News) - Setelah membantah dirinya jadi tersangka korupsi, Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad akhirnya meminta pihak kejaksaan untuk membersihkan namanya dari tuduhan yang dianggap mencemarkan tersebut.

"Saya menolak dinyatakan sebagai tersangka, karena penetapan itu tidak berdasarkan fakta hukum yang benar. Dengan itu, saya meminta kejaksaan memulihkan nama baik saya," kata Fadel saat konferensi pers di rumah dinas gubernur, Jumat.

Ia mengungkapkan dirinya berani membantah jadi tersangka, karena penetapan oleh kejaksaan tersebut tak melalui pemeriksaan terlebih dahulu sehingga tak memiliki dasar hukum serta bukti yang kuat.

Kejaksaan juga diminta menghargai keputusan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan Menteri Dalam Negeri pada tahun 2005, yang menyatakan dana mobilisasi 5,4 miliar rupiah telah dikembalikan sehingga tak lagi merugikan negara dan dapat dinyatakan selesai.

Gubernur melalui kuasa hukumnya juga akan menyurati pihak kejaksaan untuk permohonan peninjauan status subjek hukumnya yang kini sebagai tersangka.

"Ada yang ingin menghancurkan saya, apalagi nama saya sudah dikenal baik secara nasional maupun internasional dan mendapat berbagai penghargaan, khususnya di bidang pengelolaan keuangan daerah," tambahnya.

Pada 2005 Ketua DPRD Provinsi Gorontalo Amir Piola telah divonis 1,5 tahun penjara dalam perkara korupsi dana APBD sebesar Rp 5,4 miliar tersebut karena dianggap bertanggung jawab dalam penggunaan bantuan dana mobilitas sewaktu menjabat sebagai Ketua DPRD periode 2001-2004.

Amir yang kemudian terpilih lagi menjadi Ketua DPRD periode 2005-2009 tersebut hingga kini belum dieksekusi karena masih menunggu putusan di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung RI.

Dalam kasus tersebut, Amir diduga bersama Fadel membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 112 Tahun 2002 dan No 16 Tahun 2002, di mana kedua SKB itu terbit tanpa adanya rapat paripurna atau rapat pimpinan sehingga bertentangan dengan Keputusan DPRD Gorontalo Nomor 3 Tahun 2001 tentang Tata Tertib.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009