Jakarta (ANTARA News) - Kuasa Pemegang Saham PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD), Hartono Tanoesoedibyo, tidak disebut dalam dakwaan terhadap Syamsuddin Manan Sinaga, Dirjen AHU Depkumham, terkait kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum).

Hal itu terungkap dalam sidang perdana Syamsuddin Manan Sinaga, dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu.

JPU yang dipimpin Sampe Tuah, hanya menyebutkan nama Sekjen Koperasi Pengayoman Karyawan Depkumham (KPKD) dan Yohannes Woworuntu (Dirut PT SRD).

"Terdakwa telah turut serta menguntungkan diri sendiri atau korporasi dan menyalahgunakan jabatan dalam penerapan biaya akses fee dalam Sisminbakum," katanya.

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan tidak dimasukkan sejumlah nama yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi sisminbakum tersebut.

"Kami mempertanyakan kejaksaan yang tidak memasukkan sejumlah nama yang terlibat dalam kasus sisminbakum itu," kata Koordinator Badan Pekerja ICW, Emerson F Yuntho.

Dikatakan, kalau tidak memasukkan sejumlah nama dalam dakwaan, publik akan bertanya-tanya ada apa kejaksaan.

"Atau ada kesan kejaksaan menutup-nutupi sejumlah pihak," katanya.

Seperti diketahui, pendirian sisminbakum itu semasa Menteri Kehakiman dan HAM (Menkeh HAM) yang saat itu dijabat oleh Yusril Ihza Mahendra.

Sedangkan pengelolaan Sisminbakum sendiri, dilakukan oleh PT SRD yang menjadi rekanan Depkumham.

Sebelumnya dilaporkan, Syamsuddin Manan Sinaga, Dirjen Administrasi Hukum (AHU) Depkumham, Syamsuddin Manan Sinaga, terancam hukuman 20 tahun penjara terkait dugaan korupsi pada pengoperasian Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) senilai Rp197,2 miliar.

"Terdakwa diancam hukuman 20 tahun penjara," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Sampe Tuah, seusai sidang perdana perkara tersebut, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang dipimpin majelis hakim, Haswandi, Rabu.

Syamsuddin dikenai lima dakwaan oleh JPU dalam perkara tersebut, yakni, Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Kemudian, Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 UU Tipikor, Pasal 11, Pasal 2 jo Pasal 18, dan Pasal 3 jo Pasal 18.

JPU menyatakan terdakwa telah turut serta menguntungkan diri sendiri atau korporasi dan menyalahgunakan jabatan dalam penerapan biaya akses fee dalam sisminbakum.

"Akibatnya negara mengalami kerugian sebesar Rp197,2 miliar," kata JPU.

Dikatakan, seharusnya dalam sisminbakum, notaris cukup membayar sebesar Rp200 ribu/akta untuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Namun, kata JPU, terdakwa menerapkan aturan akses fee sebesar yang terdiri untuk pemeriksaan nama perusahaan sebesar Rp350 ribu dan pendirian atau perubahan badan hukum sebesar Rp1 juta.

"Pelaksanaan akses fee itu dilaksanakan oleh PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD)," katanya.

JPU menambahkan terdakwa menerima uang dari sekjen Koperasi Pengayoman Karyawan Depkumham (KPKD), sebesar Rp8,4 miliar yang kemudian dibagikan kepada sejumlah pegawai di instnasi tersebut.

Yakni, untuk Dirjen sebesar Rp10 juta per bulan, Sekjen Rp5 juta per bulan, perdata Rp2 juta per bulan, Kasubdit sebesar Rp1,5 juta per bulan, Kasie Rp1 juta per bulan, staf sebesar Rp700 ribu per bulan, dan staf biasa Rp300 ribu per bulan.

"Terdakwa menguntungkan diri sendiri dari 5 September 2006 sampai 2008 sebesar Rp344,5 juta dan 300 ribu dollar AS," katanya.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009